Aliran Sociological Jurisprudence dan Sociology Positivism

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kajian filosofis dalam teori hukum sebagaimana dikatakan Radbruch bahwa tugas teori hukum adalah membikin jelas nilai-nilai postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya. Dan teori menempati posisi yang sangat vital. Tidak heran jika para ahli yang mencoba membedah hukum selalu berusaha memvalidasi argumennya dengan mencantumkan teori tertentu untuk memberikan justifikasi bahwa apa yang dijelaskannya sudah memenuhi standar teoritis. Namun demikian, teori juga tidak bisa lepas dari unsur subyektivitas, apalagi jika berbicara tentang suatu hal yang dimensinya konfleks seperti hukum. Oleh karena itu, muncul berbagai aliran atau mazhab yang mencoba memahami hukum dalam perspektif yang berbeda sesuai dengan aliran masing-masing. Mazhab Sociological Jurisprudence, dan Sociology Positivism yang merupakan beberapa dari berbagai aliran hukum di dunia yang akan menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini.

Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan sociological jurisprudence?
Apa yang dimaksud dengan sociology positivism?
Siapa sajakah tokoh-tokoh dalam aliran sociological jurisprudence?
Siapa sajakah tokoh-tokoh dalam aliran sociology positivism?
Bagaimana para tokoh memandang kedua aliran tersebut?

Tujuan Penulisan
Menjelaskan pembaca supaya mengetahui aliran tentang sociological jurisprudence dan sociology positivism.
Menjelaskan kepada pembaca supaya megetahui pemikiran para tokoh dalam aliran sociological jurisprudence dan sociology positivism.


BAB II
PEMBAHASAN


SOSIOLOGICAL JURISPRUDENCE

Sosiological Jurisprudence adalah salah satu cabang pemikiran yang ada dalam ilmu filsafat. Pada hakikatnya Sosiological Jurisprudance berbeda dengan Ilmu Sosiologi Hukum. Sosiological Jurisprudence merupakan salah satu aliran yang terdapat dalam cabang ilmu filsafat, sedangkan Sosiologi Hukum merupakan bagian dari kajian Ilmu Sosiologi. Tentu saja jika ita berbicara terkait dengan dua cabang ilmu yang berbeda akan menggunakan metode, pendekatan, fokus dan sudut pandang yang berbeda pula. Pada akhirnya pun anatara keduanya akan menghasilkan prodak ilmu atau kajian yang berbeda. Seperti yang dikatakan oleh Lily Rasjidi, bahwa perbedaan anatara Sosiological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum adalah: pertama, Sosiological Jurisprudence adalah aliran dalam filsafat hukum, sedangkan Sosiologi Hukum merupakan cabang dari Sosiologi. Kedua, Sosiological Jurisprudence menggunakan pendekatan hukum ke masyarakat, sedangkan Sosiologi Hukum memilih pendekatan dari masyarakat ke hukum. 

Sosiolgoical Jurisprudence juga memiliki perbedaan yang mendasar dengan aliran Positivisme. Aliran Positivisme berpendapat bahwasannya hukum itu ditentukan oleh penguasa atau negara yang mempunyai kehendak untuk membuat suatu peraturan yang kemudian harus diikuti oleh masyarakatnya. Hal tersebut tentu berbanding terbaalik dengan inti dari aliran Sosiological Jurisprudence, yang menyatakan hukum itu berankat dari masyarakat. Inti pemikiran dari mazhab ini menganggap bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yan hidup di dalam masyarakat. Artinya hukum harus sesuai dengan norma, nilai atau aturan yang ada dalam masyarakat, apabila hukum tersebut bertentangan dengan norma, nilai atau aturan yang ada dalam masyarakat tidak dapat berlaku. Namun, bila hukum yang sudah bertentanggan dengan masyarakat itu telah berlaku tentunya masyarakat dapat menolak hukum tersebut dan kemudian membatalkannya. Di sini para pemegang kekuasaan atau negara tidak dapat sewenang-wenang dalam membentuk hukum karena mereka harus melihat kepada corak dari norma, nilai atau aturan yang terdapat dalam masyarakat. Aliran Sosioloical urisprudence memiliki beberapa tokoh yang mempelopori aliran ini, diantaranya Roescoe Pound, Eugen Ehrlich, Bennnyamin Cardozo, Kantorwich dan lain-lain. Kali ini kita akan membahas pemikiran dari tokoh Roescoe Pound dan Eugen Ehrlich.

Eugen Ehrlich
Lahir di Czernowwitz (sekarang dikenal sebagai Chernivtsi) ikraina pada 1862 dan wafat pada tahun 1922. Czernowitz dahulu dikenal sebagai bagia dari provinsi Bukovina, kerajaan Austro-Hunarian. Oleh sebab itu, ia data dibilang sebagai seoran yan berkebangsaan Austria. Banyak orang yang berpendapat bahwa Ehrlich merupakan pelopor dari aliran Sosiological Jurisprudence. Ia adalah ahli hukum pertama yang meninjau hukum dari sudut pandan sosiologi. Hal tersebut tentunya banyak dipenaruhi oleh masa kecilnnya yang banyak memberikan pengaruh khas dalam pemikiran hukumnya. 

Di Jerman aliran sosiologi hukum diwakili oleh Eugen Erlich, Bukunya yang terkenal berjudul: Grundlegung der Soziologie des Recht, 1912 (mendasar sosiologi hukum). dalam buku ini Erlich berusaha mencari dasar bagi hukum Jerman, yang ditandai oleh “die soziale idee” dasar itu ditemukannya dalam positivisme sosiologi hukum.

Ehrlich membedakan hukum itu menjadi dua yaitu: hukum positif yang merupakan peraturan perundang-undangan dan living law yang merupakan hukum yang hidup di masyarakat dan berangkat dari kebiasaan masyarakat itu sendiri. Ehrlich menyatakann bahwa living law merupakan dasar dari pembentukan suatu hukum atau yang biasa disebut sebagai hukum positif. Artinya hukum positif apabila ingin berlaku dan dapat diterima oleh masyyarakat, harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan living law. Karena sejatinya living law lahir tersebih dahulu dalam masyarakat dan berangkat dari norma, nilai dan peraturan yang terdapat di masyarakat. 

Ehrlich ingin membuktikan kebenaran teorinya bahwa titik pusat perkembangan hukum tidak terpusat pada undang-undang, putusan hakim atau ilmu hukum melainkan pada masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, sumber dan bentuk hukum yang pertama ialah kebiasaan. Selanjutnya Ehrlich menyatakan bahwa hukum itu sangat dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang berada di luar hukum. Kekuatan sosial itu merupakan tertib sosial yang berangkat dari norma, nilai dan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Kemudian tertib sosial tersebut masuk ke dalam hukum yang menjadikan hukum itu sebagai cerminan dari jati diri masyarakat tersebut. Tertib sosial merupakan pengakuan sosial yang berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam masyarakat.
Dalam pandangannya Ehrlich menyatakan bahwa hukum itu berangkat dari fakta-fakta hukum yan ada, kemudian fakta hukum tersebut menjadikan hukum yang bersifat normatif atau hukum yang dicatatkan berupa undang-undang. Namun, di satu sisi pun terdapat fakta-fakta sosial yang bersifat annormatif atau tidak dicatatkan. Artinya hanya hidup dalam masyarakat itu sendiri. Tentu menjadi pertanyaan apakah hukum yang bersifat annormatif tersebut dapat berubah menjadi hukum yang bersifat normatif? Ehrlich menjawab pertanyaan tersebut dengan empat cara yaitu: pertama, membangun sebuah kebiasaan yang nantinya akan dibentuk sebagai sebuah hukum. Kedua, kekuasaan yang efektif. Dimana kekuasaan yang efektif tersebut merubah fakta sosial tersebut menjadi fakta hukum. Ketiga, adanya milik efektif. Keempat, adanya pernyataan masyarakat yang menyatakan bahwa suatu fakta sosial berubah menjadi fakta hukum. 

Dapat dikatakan inti dari pemikiran Ehrlich terkait dengan hukum itu sendiri sesunguhnya berangkat dari norma hukum. Norma hukum pun berangkat dari norma sosial yang kemudian melahirkan hukum. Lahirnya hukum itu sendiri merupakan proses legislasi dari negara terhadap norma sosial yang ada. Ehrlich menyatakan bahwa hukum sosial itu lahir dari adanya tindakan sosial ekonomi yang ada dalam masyarakat. Tindakat sosial ekonomi tersebut melahirkan hukum sosial yang nantinya akan menjadi hukum berdasarkan legislasi dari negara. 


B. Roscoe Pound
Roscoe Pound dilahiran pada 1870 di Lincoln, Nebraska. Pound awalnya belajar botani di Universitas Nebraska. Ia meraih gelar M.A pada 1888, dan M.A pada 1889. Setelah menyelesaikan studinya, ia pergi ke Harvard untuk belajar hukum selama setahun. Ia kemudian kembali ke Nebraska, untuk mempraktikkan pengetahuan hukumnya dan belajar botani. Pada 1898, Pound meraih gelar PhD bidang botani di universitas yang sama.

Pada 1903, Pound diangkat sebagai dekan di sekolah hukum almamaternya. Pada 1910, Pound mulai mengajar di Harvard dan 6 tahun kemudian Pound diangkat sebagai dekan sekolah hukum Universitas Harvard. Semasa di Harvard ini, pada 1914, Pound menulis Outlines of Lectures on Jurisprudence. Lantas, pada 1924, ia menulis Law and Morals. Pada 1930, Ia menulis Criminal Justice in America. Pound dikenal sebagai salah seorang pendiri sociological jurisprudence.

Pound dikenal dengan salah satu teorinya bahwa hukum adalah alat untuk memperbarui (merekayasa) masyarakat law as a tool of social engineering). Untuk dapat memenuhi peranannya sebagai alat tersebut, Pound lalu membuat penggolongan atas kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum sebagai berikut:
Kepentingan umum (public interest):
Kepentingan negara sebagai badan hukum
Kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat
Kepentingan masyarakat (social interest):
Kepentingan akan kedamaian dan ketertiban
Perlindungan lembaga-lembaga sosial
Pencegahan kemerosotan akhlak
Pencegahan pelanggaran hak
Kesejahteraan sosial
Kepentingan pribadi (privat interest):
Kepentingan individu
Kepentingan keluarga
Kepentingan hak milik

Aliran yang dianut Pound berangkat dari pemikiran tentang pengaruh timbal-balik antara hukum dan masyarakat. Di Indonesia, konsep Pound ini dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmaja.



SOCIOLOGI POSITIVISME
Teori hukum telah memainkan peran penting dalam perkembangan cara-cara baru di kehidupan sosial ini. Yang paling representatif dari teori-teori ini, telah dikembangkan oleh warga dari Inggris, dua orang Perancis, dan seorang dari Jerman. Mereka sangat berbeda dalam filsafat, pandangan politik, Pendidikan, dan tujuan. Dunia memisahkan teori Darwin dan prinsip-prinsip Spencer, atau latar belakang neoskolastik Hauriou dari positivisme sosiologis Duguit. Tetapi mereka terkesan dengan timbulnya kesadaran kolektif baru dan tanggung jawab sosial.
Auguste Comte
Positivisme ilmiahnya Comte didasarkan atas metode empiris dan menentang metode metafisis. Menrut Comte, semua pemikiran harus diambil dari penelitian dan pengalaman, dari fakta-fakta, bukan dari gagasan-gagasan yang telah lebih dahulu disusun. Dengan menerapkan metode ini pada evolusi ummat manusia, Comte membagi sejarah manusia ke dalam tiga tahap, yaitu:
Tahap Teologi, yang dimana pikiran manusia menerangkan kekuatan-kekuatan alam dengan penjelmaan dewa-dewa, norma-norma agama, norma-norma mistis. Sehingga tidak bisa berbicara hukum pada hal yang positivis.
Tahap Metafisis, dimana kekuatan-kekuatan alam masih dijelmakan, tetapi menempatkannya kedalam hubungan-hubungan sebab-akibat.
Tahap Ilmiah atau Positivis, yang dimana orang memandang alam secara objektif dan eksperimental serta tanpa penjelmaan. Hukum juga dilihat sebagai organisme hidup, dia adalah sebuah kesatuan organisme yang merupakan buah dari tahapan masyarakat positivis itu sendiri. Hukum tidak lagi berbicara tentang hak, tetapi hukum sudah bicara pada pemenuhan kewajiban manusia yang kemudian harus bergerak maju, dan harus selalu selaras dengan positivisme. Pada tahap positivis ini konsensus berjalan dengan baik.
Comte menganggap bahwa tugas biologi adalah ilmu pengetahuan yang sesungguhnya mengenai masyarakat manusia, yang semata-mata didasarkan atas observasi fakta-fakta dan membuang segala ideologi metafisis. Seperti para pengikutnya dan kebanyakan kaum positivis. Comte tidak menyadari adanya unsur metafisis dan ideologis dalam penafsirannya mengenai evolusi manusia.

Herbert Spencer
Herbert Spencer adalah ilmuwan yang percaya bahwa evolusi menjadi kunci bagi kehidupan manusia. Hidup adalah proses ritmis yang luar biasa, dimana didalamnya ada perkembangan dari seragam dan tanpa bentuk yang beraneka ragam dan khusus. Individu-individu berkembang menjadi masyarakat yang spesialisasi dari fungsi-fungsi dan kegiatan-kegiatan menghasilkan kesatuan yang lebih tinggi. Spencer menyamakan keseluruhan hidup ini dengan kelompok-kelompok yang berbeda dan ada tiga golongan utama yang menyesuaikan diri, yang dalam organisme sosial, mencari makan, pembagian bahan-bahan makanan.
Spencer menjelaskan tentang cara individu menyesuaikan dirinya dengan keadaan sosial, menyesuaikan diri pada kebutuhan kehidupan, dan memperoleh pengalaman-pengalaman tertentu. Moralitas, kewajiban, keadilan menjadi naluri yang didasari dari pengalaman-pengalaman yang mengajarkan generasi-generasi manusia saat itu tentang cara hidup yang bermanfaat dan mampu bertahan hidup.
Seperti halnya kondisi-kondisi hidup yang beragam antar rakyat, waktu yang berbeda-beda, begitupun prinsip-prinsip etika dan hukum. Sejauh itu Spencer mengenal etika dan hukum menjadi positivis dan relativis. Spencer mengajarkan, bahwa manusia berkembang dari tingkat primitif, dari hirarki militer ke organisasi industri, yang mana orang hidup dan bekerja lebih bebas, lebih tergantung dari inisiatifnya daripada terhadap perintah, dan menginginkan damai, bukan peperangan.

Herbert Spencer dikenal dengan istilah Darwinisme (yang didasari oleh Teori Charles Darwin). Spencer mengatakan persoalan tentang perubahan masyarakat didasarkan karena orang itu bisa survive, masyarakat yang bisa bertahan hidup, Dia adalah pemenang. Semua bergerak secara evolusi, siapa yang bisa bertahan hidup adalah mereka yang bisa selamat. Apabila berbicara pada hukum, adalah bagaimana hukum dapat berkembang, bagaimana Dia bisa melakukan penyesuaian dengan kondisi yang ada. Hukum yang survive adalah hukum yang bisa menyesuaikan kondisi masyarakat, dan masyarakat yang survive adalah masyarakat yang bisa bergerak menyesuaikan kondisinya. Sehingga bagi Spencer hukum selalu bergerak mengikuti masyarakat.

Leon Duguit
Hukum sebagai suatu aspek dan keperluan sosial, adalah suatu kenyataan. Hukum adalah suatu peraturan yang dimiliki orang tidak berdasarkan suatu prinsip tertinggi manapun. Kebaikan, kepentingan atau kebahagiaan tetapi berdasarkan dan terpaksa karena fakta-fakta, karena hidup dalam masyarakat.
Kewajiban untuk mempertahankan solidaritas sosial juga suatu fakta, melampaui pembahasan. Dari ketentuan ini yang diselubungi, sebagai fakta, Duguit menarik banyak kesimpulan-kesimpulan yuridis. Pendirian bahwa hal ini tidak dapat dibantah mendukung usahanya yang paling berani dimana tak seorang ahli hukum modern manapun melakukannya untuk menyerang, pada waktu yang sama, kedaulatan negara dan hak-hak individu. Bagi Duguit negara bukan orang yang berbeda dari individu-individu. Satu-satunya yang ada adalah kemauan pribadi dari orang-orang yang memerintah. Mereka tidak berbuat untuk sesuatu yang dianggap kolektif.
Duguit berpendapat bahwa Hukum Positif itu memang benar adanya. Hukum positif lahir dari Norma sosial. Norma sosial adalah aturan yang digunakan oleh masyarakat dalam berpedoman untuk bersikap, berperilaku, atau bertindak dalam hidup bermasyarakat. Norma-norma yang hidup dalam masyarakat lahir dari kelompok-kelompok sosial. Kelompok sosial merupakan kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling pengaruh mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong menolong. Kelompok-kelompok sosial tersebut pada akhirnya menghasilkan karya sosial yang mana memuat prinsip-prinsip umum dan bersifat objektif berisi tentang larangan saling membunuh dan prinsip-prinsip lain yang bersifat umum didasarkan oleh norma sosial. Norma sosial dan karya sosial menimbulkan solidaritas sosial. Solidaritas sosial melahirkan sentimen sosial dan keadilan sosial yang kemudian menjadi cikal bakal terbentukmya hukum fundamental yang merupakan pedoman hukum positif.





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sosiological Jurisprudance berbeda dengan Ilmu Sosiologi Hukum. Sosiological Jurisprudence merupakan salah satu aliran yang terdapat dalam cabang ilmu filsafat, sedangkan Sosiologi Hukum merupakan bagian dari kajian Ilmu Sosiologi. Sosiological Jurisprudence menggunakan pendekatan hukum ke masyarakat, sedangkan Sosiologi Hukum memilih pendekatan dari masyarakat ke hukum. Tokoh-tokoh pada aliran tersebut adalah Eugen Ehrlich yang menyatakan adanya perbedaan antara living law dan positivis law. Kemudian, Roscoe Pound membahas tentang rekayasa sosial.

Selanjutnya sociology positivism dikembangkan oleh warga dari Inggris, dua orang Perancis, dan seorang dari Jerman. Mereka sangat berbeda dalam filsafat, pandangan politik, Pendidikan, dan tujuan. Dunia memisahkan teori Darwin dan prinsip-prinsip Spencer, serta Auguste Comte.

Saran
Saran dari pemakalah, sehubungan dengan sudah dipelajarinya berbagai aliran-aliran dalam filsafat hukum dengan disertai teori-teorinya, seharusnya sebagai mahasiswa hukum dapat mempelajari, memahami, dan menerapkan dengan baik sesuai perkembangan hukum saat ini. Supaya kehidupan manusia dalam masyarakat lebih teratur dan taat hukum.




DAFTAR PUSTAKA

Sukarno Aburaera, Muhadar dan Maskun. 2014. Filsafat Hukum Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana.

Ali, Zainudin. 2009. Filsafat Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Antonius Cahyadi dan Fernando M. Manullang. 2015. Pengantar ke Filsafat Hukum. Jakarta: Kencana.
Huijbers, Theo. 1982. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: PT.
KANISIUS.

Darmodiharjo, Darji dan Sidharta. 2016. Pokok-pokok Filsafat Hukum di Indonesia: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Huijbers, Theo. 1995. Filsafat Hukum. Yogyakarta: PT. KANISIUS.

Friedmann, W. 1994. Teori & Filsafat Hukum. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Prof. Dr. Soerjono Soekanto. 2018. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Comments

Popular posts from this blog

Pengertian, Asas dan Sumber Hukum Peradilan Agama

MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA PENGAJUAN GUGATAN ATAU PERMOHONAN

Langkah-Langkah Analisis Hukum (Pemecahan Masalah Hukum)