Aspek Hukum Rumah Susun di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak hanya cukup sandang, pangan, dan papan saja tetapi justru harus diartikan sebagai cara bersama untuk memutuskan masa depan yang dicita-citakandan juga turut secara bersama mewujudkan masa depan tersebut. Semangat untuk mewujudkan masa depan tersebut merupakan amanah dari mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 juncto Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 UUD 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau.
Pada masa ini pemerintahan Indonesia telah melakukan suatu literatur peraturan penataan bangun rumah susun yang ada di daerah perkotaan khususnya rumah susun. Untuk mengharapkan mampu memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di berbagai sektor kehidupan. Dengan adanya peraturan yang dibuat oleh pemerintahah tersebut, maka masyarakat tidak dapat melanggar aturan pemerintah yang telah sudah ditetapkan. Masyarakat juga diharapkan dapat berperan aktif dalam pengelolaan pembangunan rumah atau badan usaha. Peran serta masyarakat setempat sangat berpengaruh sekali terhadap laju perkembangan daerah dan juga tertatanya bangunan-bangunan di daerah perkotaan daerah ruang lingkup tempat tinggalnya masyarakat.
Perwujudan rumah susun yang layak huni , terjangkau, peningkatan pemanfaatan rumah susun, pengaruh pertumbuhan penduduk yang seimbang dengan pemenuhan tempat tinggal, pemberdayaan pemangku kepentingan rumah susun, pemberian kepastian hukum dalam penyelenggaraan dan kepemilikan rumah susun, serta pemenuhan kebutuhan lain yang berguna bagi masyarakat. Rumah susun adalah bangunann gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang terbagi dalam satuan fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang terbagi dalam satuan-satuan yang dipergunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama, dengan atau tanpa tanah bersama. Pengertian mengenai rumah susun ini bertumpu pada muatan bagian bersama, benda bersama, dengan atau tanpa tanah bersama. Sehingga pengertian rumah susun merupakan kesatuan utuh, termasuk konsep strata title.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Rumah Susun ?
Apa tujuan dibangunnya Rumah Susun ?
Bagaimana kedudukan hukum Rumah Susun di Indonesia ?
Bagaimana sistem pembangunan dan penjualan Rumah Susun di Indonesia ?
Apa saja hak dan kewajiban pemilik Rumah Susun ?
Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Agraria dan untuk mempelajari, memahami aspek hukum mengenai Rumah Susun di Indonesia.
Manfaat Penulisan
Makalah ini sangatlah bermanfaat karena dapat memberikan wawasan mengenai Rumah Susun secara mendetail. Serta mengetahui aspek hukum yang selama ini belum diketahui dan dapat menjadi bahan diskusi untuk menciptakan mahasiswa yang lebih sadar hukum mengenai Rumah Susun.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Rumah Susun
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Rumah Susun adalah bangunan gedung yang bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang di strukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunkan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Maksud tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan.
Rumah Susun (“rusun”) untuk menyebut bangunan gedung bertingkat banyak dengan fungsi hunian dalam pengertian umum-seperti dimaksudkan oleh terminologi internasioal sebagai condominium atau apartement atau tower (Menara). Rumah susun sederhana ( “rusuna”) dimaksudkan sebagai rumah susun (rusun) yang memperhatikan keterjangkauan daya beli masyarakat/ keluarga golongan berpenghasilan menengah kebawa ( Berpendapatan diatas Rp 2500000- 4500000/ Bulan) oleh sebab itu “rusuna” sering disebut juga dengan “apartemet rakyat”.
Di Barat seperti Amerika Serikat rumah susun ini biasa disebut apartemen, tetapi di Negara belanda biasa disebut Flat. Mereka umunya menggunakan istilah yang sama baik untuk ruamah susun yang dihuni oleh lapisan masyaraka kelas atas Menengah maupun Bawah. Akan tetapi, ada kecenderungan di Indonesia Istilah rumah susun dihuni oleh Penghuni lapisan masyarakat bawah dengan sarana dan perlengkapan rumah yang sederhana.
Gejala ini terjadi karenakesenjangan gaya hidup antara lapisan masyarakat cukup tinggi. Sebab kedua,pemerintah memperkenalkan dengan istilah yang berbeda-beda. Perumahan untuk golongan masyarakat menengah diperkenalkan dengan istilah perumnas (perumahan umum nasional) atau perumahan, sedangkan untuk masyarakat bawah diperkenalkan dengan istilah rumah susun. Ada gejala pada masa Orde Baru, pemerintah menggunakan bahasa sebagai ungkapan budaya yang memberi jarak antara status sosial ekonomi lapisan atas, menengah, dan bawah.
Tujuan dibangunnya Rumah Susun
Pada Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2011 Rumah Susun bertujuan untuk :
Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang terlengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh.
Mengarahkan perkembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif.
Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun.
Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu.
Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.
Kedudukan Hukum Rumah Susun di IndonesiA
Pendirian rumah susun yang didasarkan pada UU No. 20 Tahun 2011 merupakan aturan yang terbaru yang menggantikan UU No. 16 Tahun 1981. Terbitnya UU No. 20 Tahun 2011 tidak disertai dengan perubahan aturan pelaksananya, antara lain peraturan pemerintah. Tidak adanya aturan pemerintah ini memungkinkan timbulnya perbedaan persepsi ditingkat daerah. Sebaiknya perubahan undang-undang disertai dengan pembentukan peraturan pelaksanaannya.
Peraturan dibidang rumah susun sekarang ini yang berlaku antara lain :
UU No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.
PP No 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun
Keputusan Mentri Negara Perumahan Rakyat No: 06/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembuatan Akta Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun.
Permen Negara Perumahan Rakyat Nomor 15/PERMEN/M/2007 Tentang Tata Laksana Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sederhana Milik.
KUHPER berkaitan dengan perjanjian yang di buat.
UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Disamping peraturan yang telah disebut diatas beberapa aturan lain diantaranya adalah berkaitan dengan hak atas tanah maka yang perlu diperhatikan adalah Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, PP No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Berdasarkan penggunaannya, rumah susun kemudian dapat dikelompokan menjadi :
Rumah susun hunian, yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal.
Rumah susun non hunian, yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha atau kegiatan sosial.
Rumah susun campuran, yaitu merupakan rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian lagi berfungsi sebagai tempat usaha.
Dalam Pasal 2 UU No 20 Tahun 2011 tentang Rusun memiliki 13 asas, yaitu :
Asas kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat agar mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.
Asas kenasionalan adalah memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional.
Asas keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan rusun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Asas keefisienan dan kemanfaatan adalah memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
Asas kemandirian dan kebersamaan adalah rusun bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama antar pemangku kepentingan.
Asas kemitraan adalah dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling mendukung.
Asas keserasian dan keseimbangan adalah dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang.
Asas keterpaduan adalah diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijaka dan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.
Asas kesehatan adalah rusun memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.
Asas kelestarian dan keberlanjutan adalah menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan.
Asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah dengan memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun mendukung beban muatan, pengamatan bahaya kebakaran, bahaya petir; persyaratan kenyamanan ruang dan geraj antar ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun termasuk fasilitas dan aksebilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
Keamanan, ketertiban dan keteraturan adalah dapat menjamin bangunan, lingkungan dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif .
Rumah susun sederhana bertingkat tinggi, dimaksudkan sebagai rumah susun sederhana(“rusuna”) dengan jumlah lantai lebih dari delapan lantai sampai dengan 20 lantai- istilah ini erat kaitanya dengan maksud pengaturan persyaratan teknis Rumah susun dimana rusuna bertingkat tinggi harus memenuhi persyaratan-persyaratan teknis pembangunan yang diatur oleh sekaligus 2 peraturan menteri pekerjaan umum:
(1) Peraturan mentri pekerjaan umum : 60/PRT/M/1992 Tentang persyaratan teknis
pembangunan rumah susun; dan
(2) Peratuaran pekerjaan umum No 05/PRT/M/ 2007 tentang pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi.
(3) Rumah susun sederhana Milik (“rusunami”), dimaksudkan dengan rumah susun sederhana (“rusuna”) yang satu satuan rumah susunnya diperuntukkan dibeli/dimiiki masyarakat golongan menengah bawah dan golongan bawah. Rumah susun sederhana sewa (“rusunawa”) dimaksudkan sebagai rumahsusun sederhana atau (“rusuna”) yang satuan satuan rumah susunya diperuntukkan
disewa/ dikontrak oleh masyarakat golongan menengah bawah.
Menurut UU Rusun, Rusun hanya dapat dibangun diatas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk Rusun yang di bangun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib menyelesaikan status hak guna bangunannya terlebih dahulu sebelum menjual satuan Rusun yang bersangkutan.
Satuan rusun dapat dimiliki baik oleh perorangan maupun badan hukum yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah, dan untuk mencapai tertib administrasi pertanahan serta memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemilik hak atas satuan Rusun, maka sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) sebagai tanda bukti hak milik atau satuan Rusun diterbitkan sertifikat hak milik.
Pemisahan Hak Atas Satuan-satuan Rumah Susun
Pasal 39 peraturan pemerintah No.4 Tahun 1988, mewajibkan kepada penyelenggara pembangunan rumah susun untuk memisahkan rumah susun atas satuan-satuan yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Pemisahan tersebut dilakukan dengan membuat akta pemisahan. Tata cara pembuatan dan pengisian akta pemisahan rumah susun diatur dalam peraturan kepala badan pertanahan nasional Nomor 2 Tahun 1989. Tata cara
pembuatan dan pengisian akta tersebut adalah sebagai berikut:
Akta pemisahan dibuat dan di isi sendiri oleh penyelenggara pembangunan rumah susun.
Akta pemisahan rumah susun berisikan:
Hari, tanggal, bulan dan tahun pembuatan akta pemisahan.
Nama lengkap pembuat/penandatanganan akta pemisahan yang dilengkapi dengan jabatan dan tempat kerja (kantor) yang bersangkutan.
Nama badan hukum /instansi penyelenggara pembangunan rumah susun.
Status tanah dimana tanah rumah susun didirikan.
Sistem pembangunan rumah susun, apakah dilaksanakan secara mandiri atau terpadu.
Penggunaan/pemanfaatan rumah susun, untuk hunian atau bukan untuk hunian.
Jumlah blok rumah susun dalam kesatuan sistem pembangunan yang dilaksanakan pada tanah bersama.
Uraian tiap blok rumah susun, mislanya blok 1 terdiri dari 10 (sepuluh) lantai. lantai 1 terdiri dari 15 (Lima belas) satuan rumah susun, lantai 2 (dua) terdiri dari 10 (sepuluh) satuan rumah susun dan sebagainya.
Macam-macam bagian dan benda berssama sesuai dengan pertelaan yang telah disahkan.
10. Status tanah bersama, Nomor hak dan Nomor surat ukur serta batas-batas tanah.
11. Perbandiangan proporsional antara satuan rumah susun terhadap hak atas bagian, benda dan tanah bersama.
12. Tempat/kota dimana akta pemisahan tersebut di buat dan tanggal penanda tanganannya.
13. Jabatan si penandatangan akta pemisahan.
14. Tandatangan pembuat akta pemisah dan nama terangnya.
15. Tempat,tanggal,bulan dan tahun serta instansi yang mengesahkan akta pemisah.
C. Akta pemisahan setelah disahkan harus didaftarkan oleh penyelenggara
pembangunan pada kantor pertanahan setempat dengan dilampiri :
1. Sertifikat Hak atas tanah .
2. Ijin layak huni.
3. Warkah-warkah lainnya yang diperlukan.
Hak milik atas satuan Rusun dapat beralih dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang mana pemindahan hak tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan di daftarkan pada kantor Agraria/ Badan Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan. Peralihan hak dengan pewarisan adalah peralihan hak yang terjadi karena hukum dan meninggalnya pewaris, sedangkan pemindahan hak tersebut dapat dengan jual beli, tukar menukar dan hibah.
Sistem pembangunan dan sistem penjualannya
Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun juga mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun, antara lain meliputi:
Ruang;
Semua ruang yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami dalam jumlah yang cukup.
Struktur, komponen, dan bahan bangunan;
Rumah susun harus direncakan dan dibangun dengan struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan yang memenuhi persyaratan konstruksi sesuai dengan standar yang berlaku.
Kelengkapan rumah susun;
Rumah susun harus dilengkap idengan: jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air limbah, saluran dan /atau tempat pembuangan sampah, tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya, alat transportasi yang berupa tangga, lift atau eskalator, pintu dan tangga darurat kebakaran, tempat jemuran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, alat/sistem alarm, pintu kedap asap pada jarak-jarak tertentu, dan generator listrik untuk rumah susun yang menggunakan lift.
Satuan rumah susun;
Satuan rumah susun dapat berada pada permukaan tanah, di atas atau di bawah permukaan tanah, atau sebagian di bawah dan sebagian di atas permukaan tanah.Rumah susun juga harus mempunyai ukuran standar yang dapat dipertanggung jawabkan, memenuhi persyaratan sehubungan dengan fungsi dan penggunaannya, serta harus disusun, diatur, dan dikoordinasikan untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang dapat menunjang kesejahteraan dan kelancaran bagi penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari untuk hubungan kedalam dan keluar.
Bagian bersama dan benda bersama;
Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga, lift, selasar, harus mempunyai ukuran yang dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam hubungan sesame penghuni, maupun dengan pihak-pihak lain.
Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas yang dapat memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan dan kenikmatan para penghuni.
Kepadatan dan tata letak bangunan;
Kepadatan bangunan dalam lingkungan harus memperhitungkan dapat dicapainya optimasi daya guna dan hasil guna tanah. Tata letak bangunan harus menunjang kelancaran kegiatan sehari-hari dan harus memperhatikan penetapan batas pemilikan tanah bersama, segi-segi kesehatan, pencahayaan, pertukaran udara, serta pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan penghuni, bangunan, dan lingkungannya.
Prasarana lingkungan; Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni, baik ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan jalan setapak, jalan kendaraan, dan tempat parkir.
Fasilitasbangunan.
Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan ruangan-ruangan dan/atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan masyarakat, tempat bermain bagi anak-anak, dan kontak sosial lainnya serta ruangan dan/atau bangunan untuk pelayanan kebutuhan sesuai standar yang berlaku.
Persyaratan teknis pembangunan rumah susun ini ditujukan untuk menjamin keselamatan, keamanan, ketenteraman serta ketertiban para penghuni dan pihak lainnya. Pengaturan atas bagian bangunan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah mengandung hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, memberikan landasan bagi system pembangunan yang mewajibkan kepada penyelenggara pembangunan ("developer") untuk melakukan pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun dengan pembuatan akta pemisahan dan disahkan oleh Instansi yang berwenang. Atas dasar pemisahan yang dilakukan dengan akta dengan melampirkan gambar, uraian dan pertelaan yang disahkan oleh instansi yang berwenang dan didaftarkan sebagaimana disyaratkan tersebut memberikan kedudukan sebagai benda tak bergerak yang dapat menjadi obyek pemilikan ("real property").
Dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Pengaturan Rumah Susun yang mengatur persyaratan rumah susun, diatur pada bagian ketiga persyaratan pembangunan rumah susun meliputi dengan 3 syarat utama:
1. Persyaratan administratif.
2. Persyaratan teknis dan
3. Persyaratan ekologis
Dalam melakukan persyaratan pembangunan rumah susun secara administratif pelaku pembangunan harus memenuhi ketentuan administratif yang meliputi:
a. Status hak atas tanah dan
b. Izin mendirikan bangunan
Pelaku pembangunan harus membangun rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan rencana fungsi dan pemanfaatannya permohonan izin sebagaimana dimaksud pasal 29 ayat 2 dan 3 diajukan oleh pelaku pembangunan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
a. Sertifikat hak atas tanah
b. Surat keterangan rencana kabupaten/kota
c. Gambar rencana tapak
d. Gambar rencana arsitektur yang memuat denah tapak, dan potongan rumah susun
yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari
sarusun.
e. Gambar rencana struktur beserta perhitunganya
f. Gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, tanah bersama.
g. Gambar rencana utilitas umum dan instalasi beserta perlengkapannya. Pembangunan rumah susun dilaksanakan berdasarkan perhitungan dan penetapan koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan yang disesuaikan dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan yang mengacu pada rencana tata ruang wilayah, ketentuan mengenai koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikecualikan dalam hal terdapat pembatsan ketinggian bangunan yang berhubungan dengan:
a. ketentuan keamanan dan keselamatan operasional penerbangan
b. kearifan lokal.
Persyaratan pembangunan rumah susun secara teknis dalam Pasal 35 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2011 Terdiri Atas:
a. Tata bangunan yang Meliputi persyaratan Pembenukan lokasi serta serta
intensitas dan arsitektur bangunan.
b. Keandalan Bangunan yang Meliputi Persyaratan, Keselamatan, Kenyamanan,
Dan Kemudahan. Ketentuan tata bangunan dan keandalan bangunan sebagaimana dimaksud dala m Pasal 35 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dan yang terakhir persyaratan pembangunan Rumah susun sesuai aturan pasal 37 dan pasal 38 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan ekologis yang mencakup keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan, pembangunan rumah susun yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus dilengkapi persyaratan analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan.
Sistem Penjualan
Tatacara Penjualan dan Pembelian Satuan Rumah Susun
Pasal 18 ayat (1) UURS
SRS yang telah dibangun baru dapat dijual untuk dihuni setelah mendapat izin layak huni dan sudah harus bersertipikat.Jual beli di hadapan PPAT dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat.Sertipikat diserahkan kepada pembeli, selaku pemilik baru SRS sebagai tanda bukti pemilikannya.Satuan Rumah Susun [SRS] yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem pemesanan dengan cara jual beli SRS.Konsumen menandatangani surat pesanan yang berisi sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:
nama dan/atau nomor bangunan dan SRS yang dipesan;
nomor lantai dan tipe SRS;
luas SRS;
harga jual SRS;
ketentuan pembayaran uang muka;
spesifikasi bangunan;
tanggal selesainya pembangunan RS;
ketentuan mengenai pernyataan dan persetujuan untuk menerima persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan serta menandatangani dokumen yang dipersiapkan oleh penyelenggara pembangunan.
Surat pesanan dilampiri dengan gambar yang menunjukkan letak pasti SRS yang dipesan disertai ketentuan tentang tahapan pembayaran.
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari kalender setelah menandatangani surat pemesanan, pemesan dan penyelenggara pembangunan harus menandatangani akta PPJB.
PPJB antara lain memuat hal-hal sebagai berikut:
obyek yang diperjualbelikan
calon pembeli harus bersedia menjadi anggota Perhimpunan Penghuni.
Penyelenggara pembangunan wajib melaporkan kepada Bupati / Walikotamadya KDH Tingkat II dengan tembusan kepada Kementerian terkait sebelum melakukan pemasaran perdana.
kewajiban-kewajiban pemesan
Hak dan Kewajiban Pemilik Rumah Susun
Hak pemilik Rumah Susun, antara lain:
Mempergunakan sendiri atau menyewakan satuan rumah susun kepada pihak lain;
Mempergunakan hak milik atas satuan rumah susun sebagai agunan/jaminan kredit dengan dibebani hak tanggungan jika tanahnya berstatus hak milik atau hak guna bangunan, fidusia jika tanahnya berstatus sebagai hak pakai;
Memindahkan hak milik atas satuan rumah susun kepada pihak lain dalam bentuk jual beli, tukar menukar, hibah.
Pemilik dan Penghuni rumah susun memiliki hak untuk menikmati seluruh Bagian Bersama yang dimiliki rumah susun. Namun hal ini harus diikuti dengan pelaksanaan kewajiban yang dimilikinya.
Kewajiban Pemilik dan Penghuni adalah terhadap biaya pengelolaan rumah susun, yaitu diantaranya: Service Charge, Sinking Fund, IPL (iuran pengelolaan lingkungan), serta biaya listrik dan air.
Besaran kewajiban yang dimiliki oleh pemilik dan Penghuni ditentukan secara proporsional berdasarkan luasan Sarusun (satuan rumah susun) yang dimilikinya. Semakin banyak Pemilik dan Penghuni yang sadar dan memenuhi kewajibannya, maka pengelolaan rumah susun juga akan semakin baik.
Begitu pula sebaliknya, jika ada sedikit Pemilik dan Penghuni memenuhi kewajibannya, maka pengelola rumah susun juga akan menjadi buruk. Pengelola rumah susun yang buruk akan membawa akibat turunnya nilai properti rumah susun yang dimiliki juga kepada harga sewa rumah susun dikarenakan tidak optimalnya pengelolaan rumah susun.
Pemilik dan/atau penghuni satuan rumah susun mempunyai hak dan kewajiban yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun. Seperti yang tercantum dalam pasal di bawah ini.
Pasal 61 PP No. 4 Tahun 1988,
Ayat (1) setiap penghuni berhak:
memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama secara aman dan tertib;
mendapatkan perlindungan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
memilih dan dipilih menjadi Anggota Pengurus Perhimpunan Penghuni.
Ayat (2) setiap penghuni berkewajiban:
mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam suatu rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran;
memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Ayat (3) setiap penghuni dilarang:
melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan, ketertiban, dan keselamatan terhadap penghuni lain, bangunan dan lingkungannya;
mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan rumah susun yang dimiliki tanpa mendapat persetujuan perhimpunan penghuni.
Selain hak yang diatur dalam pasal di atas, penghuni yang juga merupakan anggota Perhimpunan Penghuni Rumah Susun juga mempunyai hak suara. Penghuni dapat mengunakan hak suara ini dalam kegiatan rapat umum anggota perhimpunan penghuni. Hak suara ini terbagi dalam dalam tiga (3) kategori, yaitu:
Hak Suara Penghunian, yaitu hak suara para anggota PPRS untuk menentukan hal-hal yang menyangkut tata tertib, pemakaian fasilitas, dan kewajiban pembayaran iuran atas pengelolaan dan asuransi kebakaran terhadap hak bersama seperti bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Setiap pemilik hak atas tanah satuan rumah susun diwakili oleh satu suara.
Hak Suara Pengelolaan, yaitu hak suara para anggota PPRS untuk menentukan hal-hal yang menyangkut pemeliharaan, perbaikan dan pembangunan prasarana lingkungan, serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Hak Suara Pengelolaan dihitung berdasarkan nilai perbandingan proporsional dari setiap satuan rumah susun.
Hak Suara Pemilikan, yaitu hak suara para anggota PPRS untuk menentukan hal-hal yang menyangkut hubungan antar sesama penghuni satuan rumah susun; Pemilihan Pengurus PP; dan biaya-biaya atas satuan rumah susun. Hak Suara Pemilikan dihitung berdasarkan nilai perbandingan proporsional dari setiap satuan rumah susun.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka setiap pemilik dan/atau tenant satuan rumah susun mempunyai hak dan kewajiban yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan ini memiliki kekuatan yang mengikat dengan adanya sanksi, terutama kewajiban yang merupakan suatu hal yang harus dilaksanakan oleh pemilik dan/atau tenant dari satuan rumah susun.
Sanksi yang terkait kewajiban penghuni diatur dalam Pasal 77 PP No. 4 Tahun 1988. Ayat (1) dari pasal ini berbunyi, “barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 34, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (1), Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 67, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Perlindungan Hukum pada Penghuni Rumah Susun Atas Pemilik Rumah
Susun
Pada tanggan 20 April 1999 diundangkan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) yang memulai efektif berlaku pada 20 April 2000. Apabila dicermati muatan materi UUPK cukup banyak mengatur perilaku pelaku usaha. Hal ini dapat dipahami mengingat kerugian yang diderita konsumen barang atau jasa acap kali merupakan akibat perilaku pelaku usaha, sehingga wajar apabila terdapat tuntutan agar perilaku pelaku usaha tersebut diatur, dan pelanggaran terhadap peraturan tersebut dikenakan sanksi yang setimpal. Perilaku pelaku usaha dalam melakukan strategi untuk mengembangkan bisnisnya inilah yang sering menimbulkan kerugian bagi konsumen. Berkaitan dengan strategi bisnis yang digunakan oleh pelaku usaha pada mulanya berkembang adagium caveat emptor (waspadalah konsumen), kemudian berkembang menjadi caveat venditor (waspadalah pelaku usaha) ketika strategi bisnis berorientasi pada kemampuan menghasilkan produk (Production Oriented) maka disini konsumen harus waspada dalam mengkonsumsi barang dan jasa yang
ditawarka pelaku usaha. Pada masa ini konsumen tidak memiliki banyak peluang untuk memilih barang atau jasa yang akan dikonsumsinya sesuai denga selera, daya beli dan kebutuhan. Konsumen lebih banyak dalam posisi didikte oleh produsen. Pola konsumsi masyarakat justru lebih banyak ditentukan oleh pelaku usaha dan bukan oleh konsumennya sendiri.
Seiring dengan perkembangan IPTEK dan meningkatnya tingkat pendidikan, meningkat pula daya kritis masyarakat. Dalam masa yang demikian, pelaku usaha tidak mungkin lagi mempertahankan stategi bisnisnya yang lama, dengan resiko barang atau jasa yang ditawarkan tidak akan laku di pasaran. Pelaku usaha kemudian mengubah strategi bisnisnya kearah pemenuhan kebutuhan, selera dan daya beli pasar (Market Oriented) pada masa ini pelaku usahalah yang harus waspada dalam memenuhi barang atau jasa untuk konsumen. Dalam konteks ini pelaku usaha dituntut untuk menghasilkan barang-barang yang kompetitif terutama dari segi mutu, jumlah dan keamanan
Di dalam UUPK antara lain ditegaskan, pelaku usaha berkewajiban untuk menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Ketentuan tersebut semestinya ditaati dan dilaksanakan oleh para pelaku usaha. Namun dalam realitasnya banyak pelaku usaha yang kurang atau bahkan tidak memberikan perhatian yang serius terhadap kewajiban maupun larangan tersebut, sehingga berdampak pada timbulnya permasalahan dengan konsumen. Permasalahan yang dihadapi konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa terutama menyangkut mutu, pelayanan serta bentuk transaksi.
Hasil temuan YayasanLembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengenai mutu barang, menunjukan masih banyak produk yang tidak memenuhi syarat mutu. Manipulasi mutu banyak dijumpai pada produk bahan bangunan seperti seng, kunci dan grendel pintu, triplek, besi beton, serta kabel listrik. Selanjutnya transaksi antara konsumen dengan pelaku usaha, cenderung bersifat tidak balance. Konsumen terpaksa menandatangani perjanjian yang
sebelumnya telah disiapkan oleh pelaku usaha, akibatnya berbagai kasus pembelian mobil, alat-alat elektronik, pembelian rumah secara kredit umumnya menempatkan posisi konsumen di pihak yang lemah. Permasalahan yang dihadapi konsumen tersebut pada dasarnya disebabkan oleh kurang adanya tanggung jawab pengusaha dan juga lemahnya pengawasan
pemerintah.
Secara Normatif pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 19 ayat (1), dan (2) UUPK) Ketentuan ini merupakan upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Dengan demikian, dapat ditegaskan apabila konsumen menderita kerugian sebagai akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha, berhak untuk menuntut tanggung jawab secara perdata kepada pelaku usaha atas kerugian yang timbul dan secara hukum tata negara/pemerintah.
Demikian halnya pada transaksi rumah susun apabila konsumen menderita kerugian sehingga menyebabkan timbulnya kerugian, maka ia berhak untuk menuntut penggantian
kerugian tersebut kepada pengembang perumahan yang bersangkutan.Cosumer is an individual who purchases, or has the capasity to purchases, goods ang servises offered for sale by marketing institution in order to statisfy personal or hausehold needs, wants or desires, adapun produsen diartikan sebagai setiap penghasil barang dan jasa yang di konsumsi oleh pihak atau orang lain. Kata Consument (Belanda) oleh para ahli hukum telah disepakati sebagai pemakai terakhir dari benda dan jasa (Uitenindelijk gebruiker van gorden en diesten) yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha (oundernemer).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Rumah susun sebagai hunian masyarakat menengah kebawah haruslah mampu dioptimalkan karena berdasarkan tujuan negara Indonesia yakninya kesejahteraan rakyat. masih banyak rakyat yang belum memiliki rumah serta lahan yang semakin lama semakin sempit mengharuskan pemerintah membangun Rumah Susun agar tercapainya tujuan Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau.
Saran
Penulis menyarankan agar pembaca mampu memahami hakikat berdirinya rumah susun dan mampu mengkritisi apabila ada kesalahan dalam penerapan hukum mengenai rumah susun, yang mana sangat dibutuhkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Mari sama-sama mengawal dan bersinergi untuk kesejahteraan rakyat.
- DAFTAR PUSTAKA
Undang- Undang R.I. Nomor. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun
M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun Dalam Kerangka Hukum Benda, Bandung.
Nuansa Aulia, 2009, Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.
Urip Santoso,2010, Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah, Prenada Media Grup
Comments
Post a Comment