GAMBARAN JENIS DAN KEKHUSUSAN LOGIKA HUKUM

BAB I
PENDAHULUAN



Latar Belakang
Persoalan logika hukum dengan sebuah metode dan penerapan penemuan hukum oleh hakim, baik melalui penafsiran hukum atau konstruksi hukum merupakan persoalan yang penting dalam penegakan hukum di Indonesia dewasa ini. Perkembangan-perkembangan terakhir dalam metode penemuan hukum sangat dibutuhkan oleh para hakim di negeri yang sedang berjuang keras untuk kembali menegakkan rule of law melalui sarana penegakan hukum (law enforcement). Penguasaan terhadap metode mutakhir penemuan hukum mempunyai peran esensial untuk mendukung para hakim mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum secara optimal. 
Logika adalah teori mengenai syarat-syarat penalaran yang sah (Lorens). Penalaran yang bertolak dari dari suatu pernyataan disebut kesimpulan. Logika disebut juga sebagai “studi tentang aturan-aturan mengenai penalaran yang tepat, serta bentuk dan pola pikiran yang masuk akal atau sah. Logika juga dapat disebut sebagai pola pikir yang dilakukan secara koheren. Dalam logika, bagaimana berfikir secara logis tentang ilmu pengetahuan untuk membimbing menuju yang benar. Karya-karya akal budi pemikiran,  putusan, dan pemikiran merupakan sasaran dari logika.
Penalaran yang logis, kritis, dan sistematis inilah yang menjadi salah satu syarat  sifat ilmiah. Berlogika hukum adalah berpikir dan bernalar tentang hukum untuk menarik suatu kesimpulankesimpulan yang bersifat normatif. Sifat normative logika hukum adalah merupakan karakter logika hukum. Sehingga dibutuhkan pemahaman mengenai jenis logika hukum secara mendalam dan kekhususan logika hukum. 



Rumusan masalah
Apa yang dimaksud Logika Hukum?
Apa saja jenis Logika Hukum?
Bagaimana penerapan Logika dalam Hukum?
Apa yang dimaksud Bahasa Hukum?
Bagaimana aturan bahasa dalam peraturan perundang-undangan?
Apa saja fungsi bahasa dalam membangun logika hukum?
Bagaimana penafsiran bahasa dalam hukum?

Tujuan peulisan
Untuk mengetahui apa yang dimaksud logika hukum
Untuk mengetahui jenis-jenis logika hukum
Untuk mengetahui penerapan logika dalam hukum
Untuk mengetahui apa yang dimaksud bahsa hukum
Untuk mengetahui bagaimana penggunaan bahasa dalam peraturan perundang-undangan
Untuk mengetahui apa saja fungsi bahasa dalam membangun logika hukum
Untuk mengetahui apa saja penafsiran bahasa dalam hukum







BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian logika hukum
Logika adalah bahasa Latin berasal dari kata “logos” yang berarti perkataan atau sabda”. Dalam bahasa sehari- hari kita sering mendengar ungkapan serupa “alasannya tidak logis, argumentasinya logis, kabar itu  tidak logis”. Yang dimaksud dengan “logis” adalah masuk akal dan tidak logis adalah tidak masuk akal. 
Prof Thaib Thair A.Mu’in membatasi logika sebagai “Ilmu untuk menggerakkan pikiran kepada jalan yang lurus dalam memperoleh suatu kebenaran”. Demikian juga dalam buku “Logic and Language of Education” dari George F.Kneller (New York, 1966) Logika disebut sebagai “penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berpikir benar sedangkan dalam kamus Munjid disebut sebagai “hukum yang memelihara hati nurani dari kesalahan dalam berfikir”.
Logika hukum adalah logika yang diterapkan dalam hukum. hans kelsen menegaskan bahwa logika hukum adalah logika biasa (common logic) yang diterapkan pada proposisi-proposisi deskriptif dari ilmu hukum, persis sama seperti ia diterapkan –sejauh logika memang applicable disini—pada norma-norma preskriptif dari hukum. Dapat dikatakan bahwa pengertian dari logika hukum (legal reasoning) adalah penalaran tentang hukum yaitu pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana seorang hakim memutuskan perkara/ kasus hukum, seorang pengacara mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum.
Logika hukum dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk mencari dasar hukum yang terdapat di dalam suatu peristiwa hukum, baik yang merupakan perbuatan hukum (perjanjian, transaksi perdagangan, dll) ataupun yang merupakan kasus pelanggaran hukum (pidana, perdata, ataupun administratif) dan memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.
Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran. Penalaran tersebut bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan konsep (conceptus), diikuti oleh pembuatan pernyataan (propositio),kemudian diikuti oleh penalaran (ratio cinium, reasoning).
Munir Fuady, mengatakan bahwa logika hukum (legal reasoning), dapat dilihat dalam arti luas dan juga dalam arti sempit (2007:23). Logika hukum dalam arti luas, berkaitan dengan aspek psikologis yang dialami oleh hakim dalam membuat suatu penalaran dan keputusan hukum. Dalam arti sempit, logika hukum dihubungkan dengan kajian logika terhadap suatu putusan hukum, dengan cara melakukan telaah terhadap model argumentasi, ketepatan, dan kesahihan alasan pendukung putusan, serta hubungan logic antara pertimbangan hukum dengan putusan yang dijatuhkannya.

Jenis-jenis Logika dan Penerapannya dalam Ilmu Hukum 
Logika Deduktif.
Deduksi adalah cara berfikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola pikir silogisme yang secara sederhana digambarkan sebagai penyusun dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang menduung silogisme disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis minor dan mayor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaram deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. 
Contoh :
Semua pencuri harus dihukum
Deni adalah pencuri
Maka, deni harus dihukum
Deduksi dalam hukum awal dengan identifikasi aturan hukum, dalam identifikasi hukum kadang-kadang dijumpai keadaan aturan hukum sebagai berikut :
Kekosongan hukum, dalam menghadapai kekosongan hukum, orang berpegang teguh pada asas curia novit yaitu hakim dianggap tahu hukum sehingga ia tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan padanya dengan alasan tidak ada aturannya atau aturan tidak jelas, melainkan ia wajib menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Konflik norma hukum, jika terjadi konflik hukum, orang berpegang pada asas penyelesaian konflik undang-undang yaitu asas lex posterior derogate legi priori (ndang-undang yang belakangan menyalahgunakan yang terdahulu) ; asas lex specialist derogate legi generalis (undang-undang yang khusus mengalahkan yang umum) ; dan asas lex superior derogate legi inferior (undang-undang yang lebih tinggi mengalahkan yang lebih rendah
Norma hukum yang kabur, jika norma hukum yang kabur, orang berpegang teguh pada metode hermeunetik (interpretasi-penafsiran)

Logika Deontologis
Logika ini disebut sebagai logika deontik. Logika deontologis menghendaki bahwa suatu kewajiban harus dilakukan, Logika deontik adalah logika yang berurusan dengan konsep-konsep seperti kewajiban, permisibilitas,dan non-permisibilitas, keharusan, kepatutan, kelayakan, kedalam suatu sistem koheren. Beberapa prinsip dasarnya :
“jika sesuatu bersifat wajib, maka harus dilakukan”
“jika sesuatu dibolehkan,maka itu tidak wajib”
Didalam hukum kewajiban, keharusan, kelayakan, melekat melalui undang-undang. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban legis untuk “melakukan” atau tidak melakukan berdasarkan perintah imperative Undang-undang.
Sebagai contoh, pasal 28 uu no.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi menyebutkan :
“untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan/atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka”.
Logika Dialektis
Manusia yang selalu berkaitan secara sosial dengan manusia lain. Tidak ada subjek yang relasi-relasi terconnect dengan sesama subjek atau antara subjek dengan objek. Hubungan antar manusia terus menerus terjalin. Semakin kompleks suatu hubungan masyarakat Maka semakin kompleks pula permasalahan yang dihadapi. 
Kompleksitas menjadi suatu salah satu benih lahirnya ketegangan-ketegangan yang dialektis, Oleh karena itu Logika dialektis merupakan ajaran dari materialisme dialektis, ia merupakan ilmu tentang hukum-hukum dan bentuk-bentuk refleksi mental terhadap perkembangan dunia objektif., Ia juga merupakan ilmu tentang kebenaran. 
Logika dialektis timbul sebagai filsafat marxis. Namun unsur-unsur logika dialektis sudah ada sejak filsafat kuno, khususnya ajaran-ajaran dari Herakletois, Plato, Aristoteles, dan lain-lain.
Salah satu contoh performa dialektis dalam ketentuan peraturan perundang-undangan adalah sebagaimana yang ditunjukkan oleh pasal 44 ayat (1) undang-undang  nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan :
“warga masyarakat berhak melaporkan atau memberikan keterangan adanya dugaan konflik kepentingan pejabat pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan”.
Ketentuan dalam pasal diatas menunjukkan suatu gerak dialektis masyarakat. Meskipun kata melaporkan bukanlah kata dialektis, seperti kata secara melawan hukum, namun ada dua subjek dalam bunyi norma diatas, yakni masyarakat dan pejabat pemerintahan.
Masyarakat dalam kalimat diatas mewakili kelas yang dikuasai. Sedangkan pejabat pemerintahan mewakili kelas penguasa. Entitas penguasa dan yang dikuasai, adalah entitas yang dialektis, dan karenanya sama dengan rumus A vs B.
Kategori-kategori atau prinsip-prinsip akal budi (gagasan-gagasan, ide-ide, konsep-konsep) ditemukan di dalam proses gerakan ini dari tesis ke antitesis dan terus kesatuannya dalam sintetis. Prinsip-prinsip akal budi atau katergori-kategori tidak dapat disebutkan secara berurutan lengkap sebab proses dialektis itu sendiri belum penuh teraktual dalam realitas. Rumusan tesis-antitesis-sintetis adalah rumusan pasti dalam logika dialektis. Tidak dapat dihindarkan bahwa pertentangan-pertentangan dalam realitas adalah sesuatu yang pasti terjadi. Takkan ada harmoni tanpa gerak dialektis. Dan setiap gerak dialektis selalu ada upaya untuk mendamaikan. 
Logika Materiel
Kebanyakan orang berfikir bahwa logika, hanyalah logika formal, karena berfokus pada bagaimana cara seseorang berfikir lurus . Logika materiel tidak berorientasi pada struktur atau bentuk penalaran, tetapi pada isi penalaran. Dalam logika materiel yang dipersoalkan adalah bagaimana menggunakan logika yang valid dari logika formal dalam mengeksplorasi problem yang dihadapi. Melalui penggabungan observasi, eksperimen,definisi, pembagian, dan penalaran dalam rangka menemukan jawaban terhadap suatu pertanyaan.
Logika material berbicara mengenai kedalaman makna yang dikandung oleh suatu konsep. Kedalaman makna ini ditandai dengan fokus pembahasannya yang berbicara pada substansi, bukan proses, bukan cara atau metode dan juga bukan simpulan.  Hal inilah yang membedakannya dengan logika formal, karena bentuk penalarannya berujung pada simpulan. 
Puncak dari logika materiel adalah adanya pembagian ilmu, dan keterkaitan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain. Jika dilihat secara sepintas, logika materiel memberi pedomann untuk mengkoordinasikan penyelidikan ilmiah tentang realitas, dengan melibatkan seluruh komponen pengetahuan, tidak perlu dipilih dan dipisah. Karena pada akhirnya, hal ini akan membawa kita pada metafisiska dengan meletakkan cara pandang untuk melihat realitas secara holistik, sehingga kita menjadi bijaksana.
Dalam konteks hukum apabila digunakan pendekatan logika formal, maka berbagai jenis hukum tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hukum pidana memiliki hubungan dengan hukum tata negara terutama karena sama-sama dari jenis hukum publik.
Logika Formal
Logika formal Merupakan ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk pemikiran(konsep, putusan, simpulan dan pembuktian) berkenaan dengan struktur logisnya dengan abstraksi isi konkret dan pikiran-pikiran yang menonjolkan hanya cara-cara umum yang olehnya memungkinkan bagian-bagian dari isi itu berhubungan.
Tugas pokok logika formal ialah merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip. Ketaatan terhadap hukum-hukum dan prinsip-prinsip ini merupakan suatu syarat untuk mencapai hasil-hasil yang shahih dalam mengejar pengetahuan dengan deduksi, itulah sebabnya logika formal memiliki hukum-hukum tersendiri.
Logika Informal
Logika informal Mengacu pada prinsip-prinsip logika dan pemikiran logis diluar pengaturan formal. Karena konsepnya informal maka definisi yang tepat dari logika formal diperselisihkan oleh beberapa ahli. Logika informal terkait dengan kesalahan-kesalahan (informal) berfikir kritis , keterampilan gerakan berfikir, dan penyelidikan interdisiplineer yang dikenal sebagai argumentasi.
Frans H. Van emeren menyatakan bahwa label “logika informal” mencakup koleksi pendekatan normative untuk mempelajari penalaran dalam Bahasa biasa yang tetap dekat dengan praktik argumentasi dari logika formal”. Kemudian Ralph H. Johnson mendefinisikan logika informal sebagai cabang logika yang tugasnya adalah untuk mengembangkan standar non formal, kriteria, prosedur untuk analisis, interpretasi dan evaluasi, kritik dan konstruksi argumentasi dalam wacana sehari-hari.
Hal ini menandakan bahwa logika informal adalah logika yang tidak begitu terikat pada preposisi dan hukum-hukum berpikir yang rumit. Logika informal bersandar pada apa yang dilakukan sehari-hari atau wacana yang berkembang sehari-hari.
Logika Modal
Usaha untuk membangun logika modal dikerjakan oleh Aristoteles, kaum Stoa, kaum statistik. Ia mempelajari struktur proposisi-proposisi yang memuat modalitas-modalitas seperti :
Keniscayaan
Kenyataan
Kemungkinan
Kebetulan
Dan negasi-negasinya
Usaha untuk membangun logika modal dikerjakan oleh Aristoteles, kaum Stoa, kaum Skolastik. Mereka merumuskan sejumlah definisi dan prinsipnya yang penting. Sebagian prinsip dasarnya :
a.     Jika Sesuatu itu niscaya, maka ia harus menjadi mungkin
b.     Jika sesuatu itu niscaya, maka ia tidak mustahil
c.     Jika sesuatu itu mustahil, maka ia secara niscaya itu tidak betul (salah)
d.    Jika sesuatu secara niscaya tidak betul, maka ia mustahil
e.     Jika sesuatu diniscayakan oleh sesuatu yang secara niscaya betul, maka ia sendiri betul secara niscaya
f.     Apa yang niscaya sungguh-sungguh aktual maupun sungguh-sungguh mungkin “Keniscayaan” adalah sesuatu yang benar-benar terjadi dan pasti terjadi “Kenyataan” berkaitan dengan das sein atau sesuatu yang menjadi peristiwa konkrit. 
Logika modalitas menempatkan kenyataan sebagai salah satu elemen penting kajiannya, karena memiliki relevansi modalitas dan prinsip keniscayaan. Begitu juga dengan “kemungkinan”  bisa terjadi tetapi juga tidak bisa terjadi. Kemudian ada dinamakan “Kebetulan” sebagai salah satu elemen dari logika informal adalah merupakan bagian dari sesuatu yang terkait dengan Keniscayaan, Kenyataan, dan Kemungkinan. Semuanya menegaskan tentang das sein.

Kekhususan Logika Hukum
Prof. Hadjon, mengemukakan bahwa dalam logika hukum dikenal tiga model, yaitu logika silogisme, logika proposisi, dan logika predikat. Untuk analisa penalaran, dikembangkan logika dianotis (2007:13). Lebih lanjut Prof. Hadjon, mengatakan bahwa kekhususan logika hukum menurut Soeteman dan PW. Brouwer, adalah satu dalil yang kuat. Suatu argumentasi bermakna hanya dibangun atas dasar logika. Dengan kata lain adalah suatu "Conditio sine quo non" agar suatu keputusan dapat diterima adalah apabila didasarkan pada proses nalar, sesuai dengan sistem logika formal yang merupakan syarat mutlak dalam berargumentasi
Argumentasi yuridis merupakan satu model argumentasi khusus,  Ada 2 hal yang menjadi dasar kekhususan argumentasi hukum :
Tidak ada hakim ataupun pengacara, yang mulai berargumentasi dari suatu keadaan hampa. Argumentasi hukum selalu dimulai dari hukum positif. Hukum positif bukan merupakan suatu keadaan yang tertutup ataupun statis, akan tetapi merupakan satu  perkembangan yang berlanjut. Dari suatu ketentuan hukum positif, yurisprudensi akan menentukan norma-norma baru. Orang dapat bernalar dari ketentuan hukum  positif dari asas-asas yang terdapat dalam hukum positif untuk mengambil keputusan-keputusan baru. 
Kekhususan yang kedua dalam argumentasi hukum atau penalaran hukum berkaitan dengan kerangka prosedural, yang di dalamnya berlangsung argumentasi rasional diskusi rasional. Dalam kaitan itu ada tiga lapisan hukum yang rasional (Drive niveaous van rationale  jurisdische argumentatie), yang meliputi : 
Lapisan logika Lapisan ini merupakan bagian dari logika tradisional dan untuk struktur intern dari suatu argumentasi. Isi yang muncul disini berkaitan dengan premies yang digunakan menarik suatu kesimpulan yang logis.  
Lapisan dialetik Di lapisan ini ada dua pihak yang beragumentasi yang bisa saja pada akhirnya tidak menemukan jawaban. Lapisan ini membandingkan argumentasi pro maupun kontra. 
Lapisan procedural Suatu dialog atau argumentasi harus berdasarkan pada aturan main yang sudah ditetapkan dengan syarat-syarat prosedur yang rasional dan syarat penyelesaian sengketa yang jelas.

Bahasa Hukum
Bahasa hukum Indonesia kebanyakan berasal dari bahasa Belanda, karena hukum Indonesia bersumber dari code civil Perancis yang dibawa oleh Belanda pada zaman kolonialisme. Oleh karena itu, pengaruh bahasa Belanda dalam struktur bahasa Indonesia tidak dapat dielakkan, sehingga perlu kecermatan untuk memahaminya secara lebih mendalam.
Karena pengaruh bahasa Belanda itulah, maka banyak istilah yang harus disesuaikan dengan kaidah tata bahasa Indonesia. Dalam hukum, kita mengenal istilah kawin lari sebagai terjemahan dari vlucthuwelijk dan wegloophuwelijk. Dua kata yang terpisah dan tidak dapat disatukan kosakatanya. Kawin lari. “Kawin” adalah ikatan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang berbeda jenis kelamin untuk menjadi suami istri. “Lari” adalah suatu aktivitas yang menggunakan tenaga atau energi. Sama halnya dengan barang siapa yang semula dari kata barang dan siapa. Kata ini menunjuk pada orang sebagai subjek hukum. Karena itu, kata barang siapa sekarang diubah menjadi kata setiap orang. Kata ini berasal dari istilah Belanda. Hij die. Yang dimaksud barang siapa dalam hal ini bukan  barang kepunyaan siapa, tetapi dia yang (berbuat) atau siapapun yang berbuat.
Itulah sebabnya, dalam kaitannya dengan kawin lari orang awam yang tidak memahami hukum akan berkata; memangnya ada kawin lari? Padahal yang dimaksudkan kawin lari dalam hukum adat adalah berlarian untuk kawin yang dilakukan oleh bujang gadis seperti berlaku di berbagai daerah,  misalnya di Batak dan Lampung. Adapun di Makassar, kawin lari dikenal dengan istilah silariang.
Hukum perdata juga memperkenalkan istilah yang sering kali dipersoalkan dalam istilah Hukum Belanda yang berhubungan dengan perikatan dan perjanjian. Hukum perdata Belanda mengenal istilah verbindtenis, yang diterjemahkan menjadi perikatan. Namun ada juga yang menterjemahkan istilah ini dengan perjanjian. Istilah verbindtenis memiliki kesaman dengan overeenkomst dalam istilah hukum Belanda. Overeenkomst diterjemahkan juga dengan perjanjian dan persetujuan. Istilah-istilah ini jika menggunakan pendekatan masyarakat awam, tentu tidak dapat dipahami, kecuali mereka yang memahami hukum, khususnya hukum perdata.
Selain di dalam hukum perdata, didalam hukum pidana juga dikenal suatu istilah yang hingga sekarang belum ada ahli yang menyepakati artinya. Dalam istilah hukum pidana Belanda dikenal straafbarfeit. Istilah ini diterjemahkan kedalam peristiwa pidana, Perbuatan pidana, Tindak pidana. Maksud dari kata ini adalah “peristiwa yang dapat dihukum”. 
Tentu saja banyak kosakata lain yang memerlukan keterlibatan unsur bahasa dalam memahami hukum. Hal ini juga jelas membedakan bahasa hukum dengan bahasa sehari-hari. Bahasa sehari-hari menyingkap makna teks secara verbal, namun bahasa hukum menyingkap makna teks secara semiotik. Ada istilah dan “makna” yang harus disesuaikan dengan konsep hukum dan ilmu hukum. Bahasa hukum memiliki akibat hukum, sementara bahasa sehari-hari taat pada etika dan adat istiadat.
Dalam terminologi yang lain, kejahatan dalam hukum juga dapat berbeda dengan makna kejahatan dalam bahasa sehari-hari. Kata “kejahatan” dalam bahasa Indonesia sehari-hari memiliki makna yang berbeda dengan “kejahatan” dalam konsep hukum. Kejahatan dalam bahasa hukum dapat dibagi dalam beberapa kategori, sebagai berikut :
Kejahatan keamanan dan ketertiban umum
Kejahatan kesusilaan
Penghinaan
Kejahatan kebebasan
Pembunuhan
Penganiayaan
Pencurian
Pemerasan
penggelapan
jenis-jenis kejahatan tersebut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sehingga apabila salah satu jenis kejahatan tersebut diatas dilakukan oleh subjek hukum, maka ia dapat berakibat hukum.
Selain kejahatan, masyarakat juga mengenal tata bahasa Indonesia pelanggaran. Pelanggaran adalah perbuatan yang tidak menjalani kepatuhan atau keharusan didalam masyarakat. Kata langgar menurut H.Hilman Hadikusuma selain mengandung arti tempat beribadah, ia berarti tubruk, tumbuk laga, landa. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan langgar bertubrukan, bertumbukan, bertentangan. Sementara kata melanggar menurut Hadikusuma artinya menumbuk, menubruk, melanda atau juga berarti menyerang, menyerbu atau juga menyalahi aturan atau melawan hak. Jadi pelanggaran dalam arti umum ialah tubrukan, sedangkan dalam arti hukum adalah perbuatan yang melanggar undang-undang.
Bahasa hukum juga menuntut kepaduan pikiran, maksudnya suatu perumusan hukum atau perumusan dalam kalimat-kalimat peraturan perundang-undangan harus memiliki atau mengandung kepaduan pikiran. Perumusan hukum bersifat norma yang mengikat, mengandung perintah, mengandung larangan, mengandung izin atau dispensasi

Bahasa Peraturan Perundang-Undangan
Ragam bahasa peraturan perundang-undangan ialah gaya bahasa yang digunakan dalam suatu peraturan perundang-undangan, sehingga ia merupakan bahasa Indonesia yang tunduk pada kaidah-kaidah bahasa Indonesia, akan tetapi didalamnya terkandung ciri-ciri khusus, yaitu adanya sifat keresmian, kejelasan makna, dan kelugasan.
Sifat keresmian : sifat ini menunjukan adanya situasi kedinasan, yang menuntut ketaatan dalam penerapan kaidah bahasa, dan ketaatan kepada kaidah bahasa.
Sifat kejelasan makna : sifat ini menuntut agar informasi yang disampaikan dinyatakan dengan kalimat-kalimat yang memperlihatkan bagian-bagian kalimat secara tegas, sehingga kejelasan bagian-bagian kalimat itu akan memudahkan pihak penerima informasi dalam memahami isi atau pesan yang disampaikan. Sifat kejelasan makna ini menuntut agar kalimat yang dirumuskan harus menunjukan dengan jelas makna subjek, predikat, objek, pelengkap atau keterangan yang lainnya.
Sifat kelugasan : sifat kelugasan ini menuntut agar setiap perumusannya disusun secara wajar, sehingga tidak berkesan berlebihan atau berandai-andai.
Dalam perumusan suatu peraturan perundang-undangan Montesquieu mengemukakan beberapa batasan sebagai berikut:
Gaya bahasa hendaknya selain ringkas juga sederhana.
Istilah yang dipilih sedapat-dapat bersifat mutlak dan tidak relatif, dengan maksud agar meninggalkan sedikit mungkin timbulnya perbedaan secara individual.
Hendaknya membatasi diri pada riil dan aktual, serta menghindarkan diri dari yang kiasan dan dugaan.
Hendaknya tidak halus sehingga memerlukan ketajaman pemikiran pembacanya, karena rakyat banyak mempunyai tingkat pemahaman yang sedang-sedang saja.
Hendaknya tidak merancukan yang pokok dengan yang pengecualian, atau pengubahan, kecuali apabila dianggap mutlak perlu
Hendaknya tidak memancing perdebatan/perbantahan yang ditimbulkan dari memberikan alasan yang terlalu rinci
Hendaknya tidak menggoyahkan dasar-dasar nalar dan keadilan serta kewajaran yang dialami 
Penggunaan istilah atau kata-kata dalam perundang-undangan harus benar-benar logis dan dapat dipahami. Bahasa yang digunakan haruslah bahasa resmi, yakni bahasa Indonesia. Bahasanya harus lugas, tidak boleh samar-samar karena tidak boleh multitafsir. Disamping itu harus memiliki kejelasan makna.  Beberapa ketentuan dalam meletakkan istilah atau kata-kata dalam bahasa undang-undang adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk menyatakan pengertian maksimum dan minimum  dalam menentukan ancaman pidana atau batasan waktu, yang digunakan kata “Paling”. Contoh ini dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berikut ini :
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kedua, untuk menyatakan maksimum dan minimum bagi satuan : waktu, jumlah uang, dan jumlah non uang, maka cara menulisnya adalah:
Untuk satuan waktu maka menggunakan frasa “paling singkat atau paling lama”
Contoh :
“...... di pidana penjara paling lama seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.....”
Untuk satuan jumlah uang, maka menggunakan frasa “paling sedikit” atau “paling banyak”
Contoh:
“..... denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Ketiga, untuk menyatakan makna “tidak termasuk”, gunakan kata “kecuali”. Kata “kecuali” ditempatkan diawal kalimat, jika yang dikecualikan adalah seluruh kalimat.
Contohnya adalah :
“Kecuali” Rangga dan Cinta, setiap orang wajib memberikan kesaksian
Namun kata “kecuali” ditempatkan langsung dibelakang satu kata, jika yang dibatasi hanya kata yang bersangkutan. Salah satu contohnya adalah bunyi Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berikut ini:
“Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini”
Keempat, untuk menyatakan makna “termasuk”, gunakan kata “selain”.
Contoh:
“Selain” wajib memenuhi syarat yang ditentukan dalam pasal 7, pemohon wajib  membayar biaya pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 14.
Kelima, Untuk mengatakan makna “pengandaian” atau “kemungkinan”, digunakan kata “jika, apabila”, atau frasa “dalam hal”.
Contoh:
Kata “jika”
“jika” suatu perusahaan melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, izin perusahaan tersebut dapat dicabut.
Kata “apabila”
“Apabila” anggota KPK berhenti dari jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), yang bersangkutan digantikan oleh anggota pengganti sampai habis masa jabatannya.
Kata “dalam hal” , digunakan untuk menyatakan suatu keadaan yang pasti akan terjadi dimasa depan
Contoh:
“Dalam hal” Ketua tidak dapat hadir, sidang dipimpin oleh Wakil Ketua.
Keenam, frasa “pada saat” digunakan untuk menyatakan suatu keadaan yang pasti akan terjadi di masa depan.
Contoh : Ketentuan Pasal 409 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah  
“Pada saat” Undang-Undang ini mulai berlaku: 
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387);
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
c. Pasal 157, Pasal 158 ayat (2) sampai dengan ayat (9), dan Pasal 159 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); dan
d. Pasal 1 angka 4, Pasal 314 sampai dengan Pasal 412, Pasal 418 sampai dengan Pasal 421 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Fungsi Bahasa dalam logika hukum
Tanpa bahasa, tidak mungkin dapat dirumuskan suatu argumen logis. Argumen yang benar hanya dapat dilakukan dengan menggunakan tata bahasa yang benar. Namun konsepsi bahasa yang benar dalam hukum dengan bahasa yang benar dalam tata bahasa Indonesia sehari-hari akan berbeda. Bahasa Indonesia yang dikonstruksikan dalam berbagai kalimat harus dianggap logis selama ia memenuhi syarat-syarat ilmu pengetahuan. 
Penggunaan bahasa Indonesia yang logis dapat juga diluhat dalam metode ilmuah. Metode ilmiah juga memiliki syarat yakni: (1)Objektif, maksudnya ialah bahwa pengetahuan harus sesuai dengan objeknya yang didukung dengan metodologi dan fakta empiris. (2)Meotdik. Maksudnya ialah suatu pengetahuan dikatakan ilmiah apabila diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu yang dibentuk berdasarkan metode ilmiah. (3) sistematik. Maksudnya adalah, suatu pengetahuan ilmiah harus memiliki struktur yang tersusun yang menjadi kesatuan dalam suatu sistem. Ada sistematika yang runtut dan terarah. (4)Universal. Maksudnya adalah suatu pengetahuan tidak hanya diperuntukan bagi satu atau dua orang serta kebenarannya tidak hanya dapat diuji oleh orang perororangan atau sekelompok orang, tetapi, siapapun yang melakukan pengujian dengan objektif sehingga hasilnya dapat dipastikan sama dan berlaku umum untuk siapa saja.
Fungsi bahasa Indonesia secara umum terbesit dalam beberapa bagian seperti diuraikan oleh H.F Abraham Amos, berikut ini:
Fungsi informatif yaitu sebagai sarana untuk menyampaikan suatu bentuk informasi. Didalam fungsi ini bahasa yang digunakan adalah berbentuk deklaraitf, yang menyatakan sesuatu peristiwa dalam bentuk tulisan ilmiah.
Fungsi praktis yaitu bentuk bahasa, yang digunakan untuk maksud menghasilkan efek tertentu. Fungsi ini disebut dinamika langgam bahasa digunakan di dalam bentuk pernyataan imperatif, misalnya perintah, seruan, instruksi.
Fungsi ekspresif yaitu bahasa yang digunakan adalah berupa ungkapan perasaan seseorang maupun untuk memberikan tanggapan yang bersifat emosional dan sentimental indrawi manusia.
Fungsi performatif yaitu semata-mata tidak hanya dipakai untuk menyatakan sesuatu, melainkan juga untuk menunjukkan realisasi dari apa yang dikatakan tersebut.
Fungsi seremonial yaitu bahasa yang dipakai didalam pergaulan sehari-hari untuk persahabatan, kekerabatan, komunikasi sesama anggota masyarakat. Fungsi komunikasi ini bersifat keramahtamahan, menyapa, atau memberikan ucapak selamat.
Fungsi logis dipakai untuk penalaran atau menganalisis sesuatu masalah yang dikemas berupa penjabaran dan penjelasan dalam hal untuk menyelesaikan persoalan.
Fungsi rasionalitas yaitu digunakan dalam hal analisis suatu masalah dengan menggunakan akal pikiran sehat (logika) yang bersifat objektif.

Metode penafsiran hokum

Menafsirkan Undang-Undang menurut arti perkataan (istilah) atau biasa disebut penafsiran gramatikal;
Antara bahasa dengan hukum terdapat hubungan yang erat sekali. Bahasa merupakan alat satu-satunya yang dipakai pembuat undang-undang untuk menyatakan kehendaknya. Karena itu, pembuat undang-undang yang ingin menyatakan kehendaknya secra kelas harus memilih kata-kata yang tepat. Kata-kata itu harus singkat, jelas, dan tidak bisa ditafsirkan secara berlainan. Adakalanya pembuat undang-undang tidak mampu memakai kata-kata yang tepat.
Menafsirkan undang-undang menurut sejarah atau penafsiran historis;
Setiap ketentuan perundang-undangan mempunyai sejarahnya. Dari sejarah peraturan perundang-undangan hakim dapat mengetahui maksud pembuatannya.
Menafsirkan undang-undang menurut sistem yang ada di dalam hukum atau biasa disebut dengan penafsiran sistematik;
Peraturan perundang-undangan suatu negara merupakan kesatuan, artinya tidak sebuah pun dari peraturan tersebut dapat ditafsirkan seolah-olah ia berdiri sendiri. Pada penafsiran peraturan perundang-undangan selalu harus diingat hubungannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Penafsiran sistematis tersebut dapat menyebabkan, kata-kata dalam undang-undang diberi pengertian yang lebih luas atau lebih sempit daripada pengertiannya dalam kaidah bahasa yang biasa. Hal yang pertama disebut penafsiran meluaskan dan yang kedua disebut penafsiran menyempitkan.
Menafsirkan undang-undang menurut cara tertentu sehingga undang-undang itu dapat dijalankan sesuai dengan keadaan sekarang yang ada di dalam masyarakat, atau biasa disebut dengan penafsiran sosiologis;
Setiap penafsiran undang-undang yang dimulai dengan penafsiran gramatikal harus diakhiri dengan penafsiran sosiologis. Apabila tidak demikian, keputusan yang dibuat tidak sesuai denngan keadaan yang benar-benar hidup dalam masyarakat. Karena itu, setiap peraturan hukum mempunyai suatu tujuan sosial, yaitu membawa kepastian hukum dalam pergaulan antara anggota masyarakat. 
Penafsiran otentik atau penafsiran secara resmi;
Adakalanya pembuat undang-undang itu sendiri memberikan tafsiran tentang arti atau istilah yang digunakannya didalam perundangn yang dibuatnya. Tafsiran ini dinamakan tafsiran otentik atau tafsiran resmi. Disini hakim tidak diperkenankan melakukan penafsiran dengan cara lain dari apa yang telah ditentukan pengertiannya didalam undang-undang itu sendiri.
Penafsiran interdisipliner;
Penafsiran jenis ini biasa dilakukan dalam suatu analisis masalah yang menyangkut berbagai disiplin ilmu hukum. disini digunakan logika lebih dari satu cabang ilmu hukum.
Penafsiran multidisipliner;
Berbeda dengan penafsiran interdisipliner yang masih berada dalam rumpun ilmu yang bersangkutan, dalam penafsiran multidisipliner seorang hakim harus juga mempelajari suatu atau beberapa disiplin ilmu lainnya diluar ilmu hukum. dengan lain perkataan disini hakim membutuhkan verifikasi dan bantuan dari lain-lain disiplin ilmu.






BAB III
PENUTUP
Simpulan
Logika hukum adalah logika yang diterapkan dalam hukum , Bagi para hakim logika hukum ini berguna dalam mengambil pertimbangan untuk memutuskan suatu kasus. Sedangkan bagi para praktisi hukum logika hukum ini berguna untuk mencari dasar bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan tujuan untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum di kemudian hari dan untuk menjadi bahan argumentasi apabila terjadi sengketa mengenai peristiwa ataupun perbuatan hukum tersebut. Bagi para penyusun undang-undang dan peraturan, logika hukum ini berguna untuk mencari dasar mengapa suatu undang-undang disusun dan mengapa suatu peraturan perlu dikeluarkan. Sedangkan bagi pelaksanaan, logika hukum ini berguna untuk mencari pengertian yang mendalam tentang suatu undang-undang atau peraturan agar tidak hanya menjalankan tanpa mengerti maksud dan tujuannya.







DAFTAR PUSTAKA


Appeldorn. Pengantar Ilmu Hukum. Pradnya Paramita:Jakarta. 1982

Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, PT. Alumni: Bandung. 2008

Fajlurrahman, Jurdi. Logika Hukum. Prenada Media: Jakarta. 2017

Hadikusuma, Hilman. Bahasa Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2010

Hadjon, Philipus M, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press: Yogyakarta, 2005

Hans kelsen, Essay in legal and moral philosophy, translated by J.M.D Meiklejohn, Mineola, new York:dover publication inc,2003

I Dewa Gede Atmadja, 2006, Penalaran Hukum (Legal Reasoning), Pengertian, Jenis, Dan Penerapannya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar. 

Qamar, Nurul, Dachran S. Busthami, Aan Aswari, dan Farah Syah Rezah.2017. Logika Hukum meretas pikir dan nalar. Makasar : CV. Social Politic Genius, hlm 14

Soefyanto, Bahasa Hukum Indonesia, Universitas Islam Jakarta: Jakarta, 2018

https://pih.kemlu.go.id/files/UU0232014.pdf



Comments

Popular posts from this blog

Pengertian, Asas dan Sumber Hukum Peradilan Agama

Langkah-Langkah Analisis Hukum (Pemecahan Masalah Hukum)

MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA PENGAJUAN GUGATAN ATAU PERMOHONAN