Kesalahan Dalam Berpikir (Fallacy) Dalam Logika dan Penalaran Hukum
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dalam perkembangan zaman, manusia sering mengabaikan logika dalam berfikir dan membuat aturan. Kebanyakan orang-orang tersebut menganggap remeh tentang logika dan berfikir seenaknya saja, mereka mengiginkan suatu hal yang mudah dan praktis. Sehingga yang terjadi adalah kejanggalan-kejanggalan dalam komunitas mesyarakat banyak.
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar bisa memahami apa itu logika, dan bagaimana memerankannya dalm kehidupan sehari-hari. Dengan adanya logika kita dapat berfikir dan mengambil keputusan yang benar dan tepat dalm memenuhi hajat hidup kita sendiri dan juga masyakat umumnya kita dapat mengartika dan mengambil kesimpulan setelah melalui pemikiran-pemikiran atua pernyataan-pernyataan yang ada, dan kebenaran-kebenaran akan muncul.
Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang,maka dapat dirumuskan pada konsep makalah ini adalah:
Apa itu logika hukum?
Bagaimana pengaruh logika dalam berpikir yang tepat dan benar.?
Tujuan dan kegunaan
Untuk mengetahui hubungan antara ilmu logika.
BAB I
PEMBAHASAN
Kesalahan Dalam Berpikir (Fallacy)
Secara sederhana, kesesatan berpikir atau fallacy (dalam bahasa Inggris) merupakan kekeliruan penalaran yang disebabkan oleh pengambilan kesimpulan yang tidak sahih dengan melanggar ketentuan-ketentuan logika atau susunan dan penggunaan bahasa serta penekanan kata yang secara sengaja atau tidak sengaja, telah menyebabkan pertautan atau asosiasi gagasan yang tidak tepat.
Kesesatan adalah kesalahan yang terjadi dalam aktifitas berpikir dikarenakan penyalahgunaan bahasa dan atau penyalahan relevansi. Kesesatan juga dikenal dengan istilah fallacial /fallacy. Adanya kesesatan dikarenakan dua hal, yaitu :
- Karena ketidaktepatan bahasa, dan
- Karena ketidaktepatan relevansi.
Maka dari itu diajarkannya logika untuk menghindari seseorang dari kesesatan berpikir dalam mengambil suatu kesimpulan dari suatu persoalan.
Secara umum, kesesatan dibagi menjadi dua senagaimana yang dikemukakan oleh Soekadijo, yaitu kesesatan formal dan kesesatan materil.
Kesesatan formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk (forma) penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini menyangkut pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dan kaidah logika. Sedangkan kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi) penalaran,. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa (kesesatan bahasa) yang menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan dan juga dapat terjadi karena memang tidak ada hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi).
Prof. Hadjon mengemukakan bahwa kesesatan dalam penalaran bisa terjadi karena yang Sesat itu, disebabkan sesuatu hal, kelihatan tidak masuk akal. Kalau orang mengemukakan sebuah penalaran yang sesat dan ia sendiri tidak melihat kesesatannya, penalaran itu disebut paralogis. Kalau penalaran yang sesat itu dengan sengaja digunakan untuk menyesatkan orang lain, maka ini disebut sofisme. Kalau kesesatan itu karena bentuknya tidak sahih (tidak valid), hal itu terjadi karena pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika.
Munduri mengatakan bahwa setelah dipelajari sekian jauh tentang cara-cara berpikir yang benar, baik melalui metode deduksi maupun induksi, maka dapat dikumpulkan adanya kekeliruan-kekeliruan berpikir yang sering terjadi.
Faktor-Faktor Penyebab Kesalahan Dalam Berpikir
Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan kesalahan berfikir dan sering tidak disadari, baik berfikir sendiri, maupun mengikuti buah pikiran lain. Kesalahan yang demikian tentu membuat cara bernalar seseorang menjadi sesat, dalam mata kuliah filsafat hukum ditemukan beberapa jenis kekeliruan berfikir dalam buku “the logic” enam diantaranya:
Argumentum ad baculum: membahas tentang argument kerangka power, dalam lobi-lobi politik orang yang memiliki kekuasaan atau kekuatan dianggap selalu benar. Maka pemikiran seperti inilah yang keliru karena kekuasaan atau kekuatan tidak menjamin bahwa orang itu selalu benar karena memaksa seseorang mengambil konklusi.
Argumentum ad hominem: korban belum tentu benar, dalam beberapa kasus baik perdata atau pidana orang selalu beranggapan bahwa korban merupakan pihak yang dirugikan. Dalam mata kuliah kriminologi lima kasus tindak pidana satu diantaranya korban turut serta berperan dalam kejahatan tindak pidana. Contoh konkretnya: saat seorang wanita paru baya berjalan sendirian di malam hari dengan mengenakan pakaian minim terkesan terbuka hingga mengundang hasrat seorang laki-laki yang secara kebetulan sedang menaiki kendaraan beroda dua dan hasrat laki-laki itupun kian memuncak didekatinya seorang wanita paru baya tersebut dengan maksud ingin menyetubuhinya.
Argumentum adhominem: berbicara mengenai kondisi atau keadaan.
Argumentum ad aquantonium: mengenai Ketuhanan, religious.
Argumentum ad misericordiam: tidaklah dibenarkan seseorang yang menganggap kebenaran dikarenakan rasa iba atau kasihan, ini merupakan kesesatan dalam berfikir.
Dalam argumentasi yang baik, tidak penting psikologi orang, yang penting adalah isinya. Dengan demikian, kita tidak boleh membangun atau menolak argumentasi atas dasar pertimbangan personalitas. Kita harus professional, dalam arti menilai argumentasi dari sisi internal argument itu sendiri. Tidak dikaitkan dengan dimensi pribadi penuturnya. Di sisi lain, kita juga tidak boleh mendukung suatu argumentasi semata-mata hanya karena pencetusnya adalah orang yang sudah memiliki reputasi kelas atas. Kita harus tetap fair dan kritis dalam membuat dan menilai argumentasi. Hal seperti ini dinamakan argumentum ad populum. Argumentum populum: emosi orang banyak tidak dapat dijadikan patokan dalam mengukur suatu kebenaran.
Sesuai dengan tujuan kita untuk menilai validitas argumen-argumen deduktif dan kelayakan penalaran induktif, akan sangat membantu kalau seluruh arti emotif sedapat mungkin dinetralisasikan. Meskipun tidak selalu mudah untuk mencapai bahasa emotif yang netral dalam setiap situasi, dan seringkali karena kurangnya semangat diskursus publik biasa.
Terdapat beberapa macam kesesatan yang belum disepakati pembakuannya oleh para logisi. Namun secara umum kesesatan terjadi karena tidak mengikuti aturan-aturan penyimpulan. Kesalahan demikian secara garis besar dapat terjadi dalam beberapa hal: Kesalahan Formal Kesalahan secara foremal, sehingga menghasilkan penalaran yang tidak sahih/valid. Kesalahan ini disebabkan tidak dikutinya aturan- aturan dalam logika. Kesalahan logika material; Kesalahan ini terjadi berkaitan dengan isinya atau fakta-fakta dari materi penalaran hukum.
Masa normal sains biasanya fokus konsensus, fleksibilitas kesepakatan bersama, khususnya mengenai hal-hal mendasar. Dan, kesepakatan ini melibatkan spesialisasi yang diistilahkan Kuhn sebagai "pekerjaan para ahli atau profesional."
Kritik atas ambiguitas istilah paradigma Kuhn dimunculkan oleh Margaret Masterman, peneliti komputer yang bekerja di bidang menggunakan linguistik. la menyatakan bahwa definisi dan penggunaan kuhn terhadap kata paradigma berbeda hingga 21 makna. Ambiguitas berkontribusi atas kesalah fahaman atas peluang kritis secara filosofis yang melemahkan efektivitas secara menyeluruh, kesesatan informal di kesesataan di luar formal, kesesatan informal yaitu kesesatan dari segi bahasa, ketidaksamaan memberikan arti kata atau kalimat. Ini dapat terjadi sebagai produk dari budaya, di mana di dalam ruang dan waktu yang berbeda, kata dan kalimat memiliki arti yang berbeda. Untuk menghilangkan kesesatan bahasa ini, manusia men-ciptakan berbagai lambang, seperti: +, -,:, dan x. Contoh kesesatan formal sebagai berikut:
1. Kesesatan karena aksen atau tekanan kata yang berbeda
2. Kesesatan vang mempengaruhi istilah ekuivok atau arti kata yang berbeda.
Kesesatan relevansi yaitu suatu hukuman atau penyimpulan ada hubungan logis antara premis dan kesimpulannya (kesimpulan), atau kesimpulannya tidak relevan premisnya. Kesesatan paralogis, yaitu suatu kesesatan hukuman penyimpulan yang sesat di mana orang yang diminta tidak mengetahui pahamnya konteks, dan tidak pahamnya sosial budaya, kemudian menarik suatu kesimpulan yang pada akhirnya salah. Terakhir kesesatan sofisme, yaitu kesesatan dalam hukuman atau penyimpulan yang sesat di mana orang-orang yang mendukung dengan senga ja mengambil. Kesesatan dalam hal ini, yaitu kesesatan yang disengaja dilakukan oleh peneliti, tentu saja untuk kepentingan.
Strategi Menghindari Kesalahan dalam Berpikir.
Strategi menghindari kekeliruan relevansi, misalnya kita sendiri harus tetap bersikap kritis terhadap setiap argumen. Dalam hal ini, penelitian terhadap peranan bahasa dan penggunaannya merupakan hal yang sangat menolong dan penting. Realisasi keluwesan dan keanekaragaman penggunaan bahasa dapat kita manfaatkan untuk memperoleh kesimpulan yang benar dari sebuah argumen. (E. sumaryono, 1999)
Sesat pikir karena ambiguitas kata atau kalimat terjadi secara sangat “halus”. Banyak kata yang menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memiliki rasa dan makna yang berbeda-beda. Untuk menghindari terjadinya sesat pikir tersebut, kita harus dapat mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita harus dapat mendefinisikan setiap kata atau term yang dipergunakan.
Aturan Cara Berpikir yang Benar
Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud dan terlaksana. Untuk berpikir baik,yakni berpikir benar,logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisi tertentu
Mencintai kebenaran
Sikap ini fundamental dari berpikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa menggerakkan pemikr untuk mencari,mengusut,meningkatkan mutu penalarannya,membuat pemikir senantiasa mewaspadai “ruh-ruh”yang akan menyelewengkannya dari yang benar. Contohya menyederhanakan kenyataan,menyempitkan perspektif,berpikir terkotak-kotak. Kemawasan dalam berpikir benar diwujudkan dalam bentuk sifat rajin yang artinya jauh dari perasaan malas dan takut akan sebuah kesulitan, dan untuk mencintai kebenaran juga bisa diwujudkan dalam sifat kejujuran yakni sikap yang selalu sedia menerima kebenaran walaupun berlawanan dengan prasangka atau keinginan pribadi maupun golongan tertentu.
Kewajiban mencari kebenaran adalah tuntutan intrinsik manusia untuk merealisasikan manusia menurut tuntutan keluruhan keinsaniannya. Oleh karena itu, bentuk dari penyempitan perspektif maupun kepicikan tidak sesuai dengan keluhuran insani. Hak mencari kebenaran pun juga termasuk kewaiban patuh pada kebenaran-kebenaran yang ditemukan oleh orang lain.
Ketahuilah apa yang sedang dikerjakan.
Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek adalah suatu usaha terus menerus mengejar kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya. Missal intelek kita intuitif, setiap saat kita sendiri dapat melihat kebenaran secara langsung tanpa melihat kebenaran secara langsung tanpa harus melalui proses yang sangat panjang dan sulit untuk mencapai kebenaran.Dalam mencapai kebenaran sendiri kita harus bergerak melalu berbagai macam langkah dan kegiatan.
Ketahuilah apa yang sedang dikatakan
Pikiran biasa diungkapkan dalam bentuk kata-kata. Kecermatan berpikir juga terungkap dalam kecermatan kata-kata. Karenanya kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan sesuatu yang tidak bisa diacuhkan. Kadang manusia senantiasa merasa perlu menguasai ungkapan pikiran dalam kata, baik yang eskplisit maupun implisit. Dan juga harus memahami mengenai isinya (komprehensif),lingkungan (ekstensi), arti fungsional dan istilah yang digunakan. Ketidakteriban dalam istilah yang digunakan akan berakibat dalam ketertiban dalam penalaran. Maka dari itu harus berhati-hati dalam menggunakan term-term ekuivokal (berbentuk sama tapi berbeda makna), analogis (berbentuk sama tapi sebagian dari arti sama dan sebagiannya berbeda).
Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya
Dalam mengungkapkan kata-kata kita harus aktif dalam membuat sebuah perbedaan dari beberapa kata-kata yang berbentuk sama tapi tidak identic dalam makna. Perlu adanya pembentukan wujud pembedaan dalam kata-kata tersebut. Suatu pembedaan eksplisitkan hal-hal yang membuat satu bukan hal yang lain. Jangan pula terlalu sering menggunakan kata-kata yang sama terlalu sering.
Dan juga perlu adanya sebuah pembagian (klasifikasi). Jika membuat pembagian harus berbpegang pada prinsip pembagian yang sama, jangan sampai pembagian itu tidak berpegang pada sebuah prinsip pembagian.
Ciptakan sebuah definisi yang tepat
Penggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang akan diungkapkan atau sebagaimana yang dimaksudkan. Karena itu ada baiknya sering membuat definisi. Definisi artinya pembatasan, yakni membuat batasan-batasan sesuatu. Menghindari kata-kata yang rancu dan juga tidak terang strukturnya.
Ketahuilah kesimpulan yang sudah dibuat.
Ketahuilah apa yang sedang disampaikan dalam sebuah kesimpulan, di sini juga kita harus bisa melihat asumsi-asumsi,implikas-implikasi, dan konsekuensi-konsekuensi dari sebuah penuturan,pernyataan,dan kesimpulan yang telah dibuat. Sering terjadi ketika sedang menyampaikan sesuatu tapi tidak mengerti apa yang dikatakan dan kenapa kesimpulan yang ditarik seperti yang telah diucapkan,ini sendiri terjadi karena kurangnya bahan untuk menyimpulkan atau ketidakpahaman terhadap hasil pemikiran sendiri.
Hindari kesalahan-kesalahan dan kenali jenis-jenis,macam, dan nama kesalahan.serta sebab kesalahan pemikiran.
Dalam belajar logika ilmiah ada beberapa hal lagi yang harus kita ketahui selain hal-hal fundamental, beberapa hal itu:
Dalam praktik, menjadi cakap dan cekatan berpikir sesuai dengan hukum,prinsip,bentuk berpikir yang betul,tanpa mengabaikan dialektika,yaitu proses perubahan keadaan. Dengan berjalan secara logis,orang dapat kehilangan pandangan yang semestinya luas,dan juga dapat kehilangan pandangan yang meliputi seluruh sasaran. Logika ilmiah melengkapi dan mengantar kita untuk menjadi cakap dan sanggup berpikir kritis,yakni berpikir secara memnentukan karena menguasai ketentuan-ketentuan berpikir yang baik.
Sanggup mengenali jenis-jenis,macam,nama,sebab kesalahan pemikiran,dan sanggup menghindari dan juga menjelaskan segala bentuk dan sebuah kesalahan dengan semestinya
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa logika adalah sebuah aturan dan cara berfikir yang tepat dan benar, baik itu secara lisan maupun tulisan.
Suatu argumen dapat di peroleh dan diterima oleh orang lain, jika kita bisa meminit dan memisahkan antara kebenaran dengan kesalahan, dan tepat dengan tidak tepat. Memisahkan dua unsur tersebut hingga di peroleh kesimpulan yang tepat dan benar”logis”.
Sering orang dalam mengambil keputusan terjadi keragu-raguan bahkan mengambil keputusan yang salah , ini didasarkan mereka mengambil keputusan tanpa menganalogikan terlebih dahulu, sehingga suatu kebenaran tidak tercapai.
Oleh karean itu dalam aturan harus juga disertai dengan logika yang tepat dan benar.
Daftar Pustaka
Rakhmat,Muhamad, Pengatar Logika Dasar, LoGoz Publishing, Bandung, 2013
Qamar,Nurul,Logika Hukum; Meretas Pikir dan Nalar, CV. Social Politic Genius (SIGn),Makassar, 2014
Bahral Adian, Donny, Sandi Pratama,Herdito, “Teknik Berargumentasi Berfikir Sebagai Kecakapan Hidup”, Prenada Kencana Group: Jakarta, 2013
Raga Maran,Rafael, “Pengantar Logika”, PT. Grasindo:, Jakarta, 2018
Latif,Mukhtar, “Filsafat Ilmu”, Kharisma Putra Utama:, Jakarta, 2014
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu,PT Raja Grafindo, Jakarta, 2004
Comments
Post a Comment