MAKALAH PERADILAN AGAMA Putusan Peradilan Agama
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hukum adalah suatu peraturan yang harus ditaati. Adanya sebuah hukum sangat bermanfaat bagi keteraturan suatu kelompok. Sebab dengan adanya hukum maka seseorang tidak akan berani untuk berbuat sesuka hati. Dalam kehidupan sering kali kita menjumpai, atau melihat tindakan yang menyalahi akan aturan. Dalam hal ini kita sebagai orang yang peduli dengan lingkungan berhak untuk mengingatkan seseorang yang menyalahi aturan tersebut. Agar dikemudian hari sesorang tersebut tidak lagi melakukannya.
Peranan hakim sebagai aparat kekuasaan kehakiman pasca Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pada prinsipnya tidak lain tidak lain daripada menyelesaikan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam menjalankan fungsinya para hakim Peradilan Agama harus menyadari sepenuhnya bahwa tugas pokok hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan. Putusan hakim pada dasarnya adalah suatu karya menemukan hukum, yaitu menetapkan bagaimanakah seharusnya menurut hukum dalam setiap peristiwa yang menyangkut kehidupan dalam suatu negara hukum. Putusan Peradilan Perdata yang mana putusan peradilan agama termasuk didalamnya selalu memuat perintah dari pengadilan kepada pihak yang kalah untuk melakukan sesuatu, atau untuk berbuat sesuatu, atau untuk melepaskan sesuatu atau menghukum sesuatu. Maka, pada makalah ini kami ingin merangkum apa itu putusan disertakan macam-macamnya.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan putusan?
Apa macam-macam putusan ?
Apa susunan dan isi putusan ?
Tujuan Masalah
Untuk mengetahui pengertian putusan.
Untuk mengetahui macam-macam putusan
Untuk mengetahui apa susuna dan isi putusan
Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca sebagai referensi atau rujukan untuk mengetahui dan memahami apa itu PUTUSAN.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Putusan
Putusan adalah hasil atau kesepakatan dari suatu perkara yang telah dipertimbangkan dengan masak-masak yang dapat berbentuk putusan tertulis maupun lisan (Andi Hamzah, 1986 : 48 ). Dalam literatur yang lain dikemukakan bahwa putusan itu adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antar pihak yang berperkara (Sudikno Mertokusomo, 1988 : 167-168). Dari defiisi tersebut, dapat dipahami bahwa Putusan adalah kesimpulan akhir yang diambil oleh Majelis Hakim yang diberi wewenang untuk itu menyelesaikan atau mengakhiri suatu sengketa antar pihak-pihak yang berperkara dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Putusan atau pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka disebut dengan putusan pengadilan, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 butir ke 11 KUHAP yang menyatakan bahwa:
“Putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-indang ini”.
Menurut Abdul Manan, putusan adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan tujuan menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara dua pihak yang saling bertikai atau berperkara.
Setiap putusan Peradilan Agama harus dibuat oleh hakim dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh Hakim Ketua dan Hakim-hakim Anggota yang ikut memeriksa perkara sesuai dengan penetapan Majelis Hakim yang dibuat oleh ketua pengadilan agama. Serat ditanda tangani oleh panitera pengganti yang ikut sidang sesuai penetapan panitera (pasal 23 ayat (2), undang – undang nomor 14 tahun 1970 ).
Macam-Macam Putusan Hakim
Dilihat Dari Jenisnya
Putusan Sela
Putusan Sela dirumuskan sebagai putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Dalam Hukum Acara Perdata di Pengadilan Agama dikenal beberapa macam putusan sela, yaitu:
a) Putusan Preparatoir, yaitu putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir. Contoh putusan untuk menolak pengunduran saksi.
b) Putusan Interlacutoir, yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian. Contoh putusan yang memerintahkan pemeriksaan saksi atau pemeriksaan setempat.
c) Putusan Incidenteel, yaitu putusan yang berhubungan dengan insiden, seperti putusan yang bertujuan untuk menghentikan prosedur biasa. Contoh putusan yang membolehkan seseorang ikut serta dalam suatu perkara.
d) Putusan Provisionil, yaitu putusan yang menjawab tuntutan provisi dalam hal penggugat meminta agar diadakan tindakan pendahuluan sebelum putusan akhir dijatuhkan. Contoh dalam perkara gugat cerai, sebelum perkara pokok dijatuhkan penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar Istri minta dibebaskan dari kewajiban untuk tinggal bersama dengan Suaminya.
b. Putusan Akhir
Setelah hakim selesai memeriksa perkara dan tidak ada lagi hal-hal yang perlu diselesaikan dalam persidangan, maka hakim menjatuhkan putusan terhadap perkara yang diperiksanya.Putusan yang diucapkan itu merupakan putusan akhir.Putusan akhir adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dalam persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara atau sengketa antara para pihak yang berperkara dan diajukan kepada pengadilan.
Dilihat Dari Segi Sifatnya
Putusan Condemnatoir
Yaitu putusan yang amarnya bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.Dalam putusan ini hak perdata penggugat yang dituntut terhadap tergugat diakui oleh hakim dimuka pengadilan.Dalam putusan condemnatoir ada pembenaran hak penggugat atas sesuatu prestasi yang dituntutnya atau sebaliknya tidak ada pengakuan atau tidak ada pembenaran atas sesuatu prestasi yang dituntutnya.
Hak terhadap sesuatu prestasi yang dituntutnya oleh hakim dibenarkan serta diterapkan dalam putusan yang bersifat condemnatoir.Terhadap hal ini dapat dilaksanakan secara paksa. Dalam putusan yang berifat condemnatoir, amar putusam harus mengandung kalimat berikut:
Menghukum atau memerintahkan untuk menyerahkan.
Menghukum atau memerintahkan untuk pengosongan.
Menghukum atau memerintahkan untuk membagi.
Menghukum atau memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
Menghukum atau memerintahkan untuk menghentikan sesuatu.
Menghukum atau memerintahkan untuk membayar.
Menghukum atau memerintahkan untuk membongkar.
Menghukum atau memerintahkan untuk tidak melakukan sesuatu.
Putusan Declaratoir
Adalah putusan yang amarnya menyatakan, bahwa keadaan tertentu sebagai keadaan yang resmi menurut hukum.Misalnya menyatakan sah atau tidaknya suatu perbuatan hukum. Dalam putusan ini dinyatakan bahwa keadaan hukum tertentu yang dimohonkan itu ada pengakuan sesuatu hak atas prestasi tertentu dan umumnya putusan model ini terjadi dalam lapangan hukum pribadi. Misalnya tentang pengangkatan anak, kelahiran, dan penegasan ha katas suatu benda.
Putusan declaratoir biasanya bersifat menetapkan saja tentang keadaan hukum, tidak bersifat mengadili, karena tidak ada sengketa.Menyatakan dalam amar berarti menyatakandalam hukum tertentu yang dimohonkan itu ada demikian atau tidak ada.Jadi fungsinya adalah sebagai pengesahan dari suatu keadaan yang sudah ada, atau keadaan yang tidak ada.
Putusan Konstitutif
Adalah putusan yang bersifat menghentikan atau menimbulkan hukum baru.Dalam putusan ini suatu keadaan tertentu dihentikan atau ditimbulkan suatu keadaan baru. Misalnya putusan tentang suatu perjanjian, menyatakan pailit, dan memutuskan suatu ikatan perkawinan.
Dilihat Dari Segi Isinya
Niet Onvankelijk Verklaart
Niet Onvankelijk Verklaart berarti tidak dapat diterima gugatannya, yaitu putusan pengadilan yang diajukan oleh penggugat tidak dapat diterima, karena ada alasan yang dibenarkan oleh hokum.
Gugatan Tidak Berdasarkan Hukum
Gugatan yang diajukan oleh penggugat harus betul-betul ada (tidak boleh mengada-ngadakan), juga harus jelas dasar hukumnya bagi penggugat untuk menuntut haknya.Adanya kepentingan hukum cukup merupakan syarat utama untuk dapat diterimanya suatu gugatan oleh pengadilan guna diperiksa atas d’interest, point d’action.Jadi kalua tidak ada dasar hukum dari gugatan yang diajukan, maka gugatan tersebut tidak diterima.
Gugatan Kabur
Dalam arti posita dan petitum dalam gugatan tidak saling mendukung atau dalil gugatan kontradiksi. Mungkin juga objek yang disengketakan tidak jelas, petitum tidak jelas, atau tidak diperinci secara jelas tentang apa yang diminta.
Gugatan Masih Prematur
Gugatan belum semestinya diajukan karena kekuatan undang-undang belum terpenuhi. Misalnya hutang belum masanya untuk ditagih atau belum jatuh tempo tetapi penggugattelah memaksa membayar, sehingga timbul perselisihan yang menyebabkan penggugat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Gugatan Error in Persona
Gugatan salah alamat, ini dapat bersifat gemis aan laeding heid. Misalnya seorang Ayah mengajukan gugat cerai ke pengadilan untuk anak perempuannya, Ia menggugat Suami anaknya dengan tuntutan agar pengadilan menceraikan anaknya dengan Suaminya. Jadi bukan anaknya sendiri yang mengajukannya.Gugatan seperti ini harus dinyatakan oleh hakim tidak dapat diterima.
Pengadilan Tidak Berwenang Mengadili
Suatu gugatan yang diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang, baik menyangkut kewenangan relatif, maupun kewenangan absolut, akan diputus oleh pengadilan tersebut dengan menyatakan dirinya tidak berhak mengadili perkara atau gugatan.
Gugatan Dikabulkan
Apabila suatu gugatan yang diajukan kepada pengadilan dapat dibuktikan kebenaran dalil gugatannya, maka gugatan tersebut dikabulkan seluruhnya.Jika sebagian saja yang terbukti kebenaran dalil gugatannya, maka gugatan tersebut dikabulkan sebagian.
Adakalanya suatu gugatan dikabulkan oleh pengadilan, tetapi tidak dapat dilaksanakan atau dieksekusi, hal ini disebabkan adanya kelemahan dalam mencantumkan amar putusan terutama amar condemnatoir. Oleh karena itu apabila dikabulkan suatu gugatan maka amar putusan yang akan dimuat dalam putusan itu betul-betul harus diperhatikan, terutama sekali adalah amar yang bersifat condemnatoir. Dengan demikian, putusan yang dikabulkan itu dapat membawa manfaat bagi semua pihak.
Susunan dan Isi Putusan
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 60 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan penjelasannya ditemukan dua macam produk Pengadilan Agama, yaitu Putusan dan Penetapan sebagaimana telah diuraikan diatas. Putusan hakim tersebut harus dibuat secara tertulis dengan susunan sebagai berikut:
Kepala Putusan
Kepala Putusan memuat hal-hal sebagai berikut:
Judul, yaitu: PUTUSAN
Nomor Putusan, sesuai dengan Surat Edaran Ketua Muda Mahkamah Agung RI: 32/TUADA-AB/III/-UM/IX 93 Tanggal 9 11 September 1993, Contoh Nomor 13/Pdt.G/2008/PA.Mdn.
Irah-irah, yaitu: Kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM yang diikuti dengan kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Identitas
Identitas dalam putusan sama dengan identitas yang terdapat dalam surat gugatan dalam permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yaitu sekurang kurangnya memuat nama, umurm dan alamat para pihak yang berpekara. Kalau terjadi perubahan para pihak disebabkan meninggal dunia, misalnya atau diwakili oleh kuasanya, maka identitas dalam putusan tersebut harus disesuaikan dengan identitas yang ada setelah terjadi perubahan identitas para pihaknya.
Tentang Duduk Perkara
Dalam bagian tentang duduk perkara sebuah putusan harus mengacu kepada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 195 R.Bg/Pasal 184 HIR dan Pasal 25 UU No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu memuat hal-hal sebagai berikut:
Gugatan yang diajukan penggugat
Jawaban dan Tanggapan yang diajukan tergugat
Fakta kejadian dalam persidangan
Pada bagian duduk perkara tidak dimulai dengan kata menimbang
Tentang Pertimbangan Hukum
Pertimbangan hukum adalah suatu tahapan dimana majelis hakim mempertimbangkan fakta yang terungkap selama persidangan berlangsung mulai dari gugatan, jawaban dan eksepsi dari tergugat yang dihubungkan dalam alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil yang mencapai batas minimal pembuktian.
Amar atau Diktum Putusan
Amar atau Diktum Putusan adalah jawaban atas petitum yang dimintakan oleh penggugat, sama ada petitum dalam bagian eksepsi, provisi, konvensi maupun dalam rekonvensi. Amar putusan dimulai dengan kata “Mengadili”.Dalam Diktum putusan hakim harus menyatakan dengan jelas tentang hal-hal yang dikabulkan, ditolak, tidak dapat diterima atau tidak berwenang, sesuai dengan pertimbangan hukum yang telah dilakukan pada bagian Tentang Hukumnya.
Penutup
Dalam bagian penutup disebutkan kapan perkar tersebut diputuskan dan kapan diucapkan dengan menyebutkan susunan mejelis hakim yang memutus perkara serta susunan majelis hakim yang hadir pada saat putusan diucapkan dengan tidak bloleh melupakan pencantuman panitera yang ikut bersidang sebagai pembantu majelis hakim.Selain hal diatas, harus juga dicantumkan tentang hadir atau tidaknya penggugat dan tergugat pada saat putusan diucapkan.
Lampiran :
P U T U S A N
Nomor : 4180/Pdt.G/2013/PA.Badg.
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara cerai talakpada tingkat pertama dalam persidangan Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan seperti tersebut di bawah ini dalam perkara antara:
XXX, umur 31 tahun, pekerjaan Peg. Swasta, tempat kediaman di Jalan Kota Bandung,
selanjutnya disebut "PEMOHON";
M E L A W A N :
XXX, umur 27 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal di
Jalan Kota Bandung, selanjutnya disebut "TERMOHON";
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca berkas perkara;
Telah mendengar keterangan Pemohon;
Telah mendengar keterangan saksi-saksi;
Telah memperhatikan alat bukti surat yang diajukan di persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Menimbang, bahwa Pemohon telah mengajukan surat permohonan bertanggal 20Nopember 2013 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Bandung pada tanggal 20 Nopember 2013 dengan Nomor Register : 4180/Pdt.G/2013/PA.Badg.,dengan dalil-dalil sebagai berikut :
Bahwa Pemohon telah melaksanakan pernikahan dengan Termohon dihadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Rancasari Kota Bandung pada tanggal 06 Desember 2009, dengan memenuhi syarat rukun nikah,sebagaimana tercatat dalam Kutipan Akta Nikah Nomor : 725/30/XII/2009 tanggal07 Desember 2009;
Bahwa setelah pernikahan tersebut, Pemohon dengan Termohon tinggal bersama di Jalan Simpang 3 Derwati No.57 RT.002 RW.006 Kelurahan Derwati Kecamatan Rancasari Kota Bandung hingga sekarang Pemohon tetap tinggal di alamat tersebut,karena sering berselisih Termohon keluar dari rumah dan sekarang tinggal di Jalan Riung Bagja V No.5 RT.006 RW.009 Kelurahan Cisaranten Kidul Kecamatan Gedebage Kota Bandung;
Bahwa dari perkawinan tersebut telah dikaruniai 1 (satu) orang anak yang bernama M. ALFIN PUTRA MULYANA, lahir tanggal 13-12-2010;
Bahwa dari sejak pernikahan tersebut hingga Juli 2013 rumah tangga antara Pemohon dengan Termohon berjalan rukun dan harmonis sebagaimana layaknya suatu rumah tangga yang baik, akan tetapi sejak Agustus 2013 sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sulit untuk didamaikan;
Bahwa penyebab sering terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut dikarenakan faktor ekonomi kurang memadai;
Bahwa karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran tersebut, maka mengakibatkan rumah tangga Pemohon dengan Termohon menjadi benar-benar tidak rukun lagi, dan sampai sekarang telah pisah rumah selama 4 (empat) bulan ;
Bahwa Pemohon telah berusaha untuk mempertahankan rumah tangga bersama Termohon bahkan Pemohon telah meminta bantuan kepada keluarga akan tetapi tidak berhasil;
Berdasarkan uraian tersebut diatas, rumah tangga antara Pemohon dengan Termohon sudah tidak dapat dibina dengan baik, sehingga untuk mencapai kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rohmah sebagaimana yang dikehendaki, sudah tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu cukup alasan bagi Pemohon mohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Agama Bandung berkenan kiranya mengizinkan kepada Pemohon untuk ikrar menjatuhkan talak kepada Termohon, dan selanjutnya untuk memberikan putusan sebagai berikut :
Mengabulkan permohonan Pemohon;
Memberi izin kepada Pemohon () untuk menjatuhkan ikrar talak 1 (satu) Raj'i terhadap Termohon () di depan sidang Pengadilan Agama Bandung;
Menetapkan biaya perkara menurut hukum;
Mohon putusan yang seadil-adilnya;
Menimbang, bahwa pada persidangan yang ditentukan Pemohon telah hadir di persidangan, sedangkan Termohon tidak hadir meskipun pengadilan telah memanggilnya secara sah dan patut sebagaimana relas panggilan tanggal 27 Nopember2013, tanggal 18 Desember 2013 dan tanggal 07 Januari 2014 serta ketidak-hadirannya tanpa alasan yang sah;
Menimbang, bahwa oleh karena Termohon tidak hadir, maka upaya mediasi sebagaimana kehendak Peratauran Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentangProsedur mediasi di Pengadilan, Mediasi tidak dapat dilaksanakan dan telah berusaha secara optimal menasehati Pemohon agar rukun dan berbaikan kembali denganTermohon, namun upaya tersebut tidak berhasil;
Menimbang, bahwa selanjutnya dibacakanlah surat permohonan Pemohon tersebut yang isinya tetap dipertahankan oleh Pemohon dan melengkapinya dengan penjelasan secara lisan sebagaimana telah dicatat dalam berita acara persidangan;
Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil gugatannya Pemohon telah mengajukan bukti-bukti sebagai berikut :
SURAT
Fotokopi Kutipan Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Rancasari Kota Bandung, Nomor : 725/30/XII/2009 tanggal 07 Desember2009 bermaterai cukup dan telah diNazegelen, lalu oleh Ketua Majelis dicocokkan dengan aslinya dan telah sesuai dengan aslinya kemudian oleh Ketua Majelis diberi tanda (P-1);
SAKSI
XXX, umur 68 tahun, agama Islam, pekerjaan Buruh, tempat kediaman di JalanSimpang 3 Derwati No.57 RT.002 RW.006 Kelurahan Derwati Kecamatan Rancasari Kota Bandung;
Dibawah sumpahnya saksi telah memberi keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :
Bahwa saksi adalah kakek Pemohon;
Bahwa sepengetahuan saksi semula keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon berjalan rukun dan Harmonis, namun sejak awal tahun 2013 sudah tidak harmonis lagi, karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karenafaktor ekonomi kurang memadai, Termohon sering pergi dari rumah tanpa memberitahu kepada Pemohon, dan Termohon sering pulang kerumah orang tuanya;
Bahwa Pemohon dan Termohon sudah pisah rumah kurang lebih 4 (empat) bulanlamanya;
Bahwa saksi sudah berusaha menasehati Pemohon dan Termohon untuk bersatu kembali tetapi tidak berhasil dan saksi sudah tidak sanggup untuk merukunkan mereka kembali;
XXX, umur 40 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, tempat kediaman di Jalan Simpang 3 Derwati Kelurahan Derwati Kecamatan Rancasari Kota Bandung;
Dibawah sumpahnya saksi telah memberi keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :
Bahwa saksi adalah ibu kandung Pemohon;
Bahwa sepengetahuan saksi semula keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon berjalan rukun dan Harmonis, namun sejak sekarang ini sudah tidak harmonis lagi,karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang penyebabnya karena faktor ekonomi kurang memadai, Termohon meminta lebih dari kemampuan Pemohon;
Bahwa Pemohon dan Termohon sudah pisah rumah sejak bulan Agustus 2013;
Bahwa saksi sudah berusaha menasehati Pemohon dan Termohon untuk bersatu kembali tetapi tidak berhasil dan saksi sudah tidak sanggup untuk merukunkan mereka kembali;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut Pemohon membenarkan dan tidak keberatan;
Menimbang, bahwa Pemohon telah menyampaikan kesimpulan secara lisan yang isinya pada pokoknya tetap pada permohonannya dan mohon untuk dikabulkan;
Menimbang, bahwa untuk meringkas uraian putusan ini cukup ditunjuk hal ikhwal berita acara persidangan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan ini;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah sebagaimana telah diuraikan diatas;
Menimbang, bahwa ternyata Termohon adalah beragama Islam dan bertempat tinggal di Kota Bandung maka sesuai dengan ketentuan pasal 49 ayat (1) jo. pasal 66ayat (1 dan 2) Undang-undang Nomor : 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor: 7 Tahun 1989 dan terakhir dengan Undang-undang Nomor : 50 Tahun 2009, perkara ini merupakan kompetensi Pengadilan Agama Bandung;
Menimbang, bahwa Termohon yang telah dipanggil dengan resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, ternyata tidak pernah hadir dan tidak pula mengutus orang lain sebagai wakil atau kuasanya untuk hadir di persidangan, dan ketidakhadiran Termohon tidak didasarkan kepada alasan yang dibenarkan hukum, sehingga patut diduga Termohon dalam keadaan tidak hadir, dan tidak juga mengajukan keberatan terhadap pemeriksaan perkara ini pada Pengadilan Agama Bandung, dengan demikian Majelis telah dapat memeriksa dan memutus perkara ini tanpa hadirnya Termohon(Verstek) sesuai dengan ketentuan Pasal 125 ayat (1) HIR;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-1 berupa buku Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Rancasari Kota Bandung, yang telah memenuhi syarat formil materiil pembuktian oleh karenanya dapat diterima dan dipertimbangkan, maka pertama-tama haruslah dinyatakan secara hukum antaraPemohon danTermohon telah terikat oleh perkawinan yang sah dan keduanya belum pernah bercerai;
Menimbang, bahwa oleh karena Termohon tidak hadir, maka upaya mediasi sebagaimana kehendak Peraturan Mahkamah Agung Nomor : 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan tidak dapat dilaksanakan dan untuk memenuhi ketentuan Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-undang Nomor : 7 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 3 Tahun 2006 dan pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan pemerintah Nomor : 7 Tahun 1975, di persidangan Majelis Hakim telah berusaha menasehati Pemohon dalam rangka upaya perdamaian, akan tetapi tidak berhasil;
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok masalah dalam perkara ini adalahPemohon mohon agar diberi izin untuk mengikrarkan talak terhadap Termohon dengan dalil dan alasan semula rumah tangga Pemohon dan Termohon berjalan rukun dan harmonis akan tetapi sejak bulan Agustus 2013 sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sulit untuk didamaikan, hal tersebut disebabkan karena faktor ekonomi kurang memadai;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonan Pemohon telah mengajukan alat bukti tertulis berupa P-1 sebagaimana pertimbangan sebelumnya dan 2(dua) orang saksi yang akan dipertimbangkan berikut ini;
Menimbang, bahwa saksi-saksi yang dihadirkan adalah merupakan keluarga dan atau orang-orang yang dekat dengan kedua belah pihak in casu Pemohon dan Termohondan telah bersumpah (vide pasal 147 HIR jo pasal 1911 KUH Perdata) dan diyakini bahwa saksi-saksi tersebut adalah mengetahui keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon, dan keterangannya saling bersesuaian (vide pasal 170 HIR jo pasal 1908KUH Perdata) serta kesaksian para saksi tersebut telah sesuai dengan maksud ketentuan pasal 76 ayat (2) Undang-undang Nomor : 7 Tahun 1989 jo. Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor : 9 Tahun 1975, sehingga telah memenuhi syarat formil materiil pembuktian, oleh karenanya dapat diterima dan dipertimbangkan;
Menimbang, bahwa setelah membaca surat permohonan Pemohon, kemudian dihubungkan dengan bukti-bukti tersebut diatas, maka telah dapat ditemukan fakta-fakta sebagai berikut :
Bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak harmonis;
Bahwa penyebab ketidakharmonisan karena faktor ekonomi kurang memadai,Termohon meminta lebih dari kemampuan Pemohon;
Bahwa Pemohon dan Termohon telah pisah rumah;
Bahwa pihak keluarga Pemohon dan Termohon telah berupaya menasehati keduanya demikian juga Majelis Hakim, namun tidak berhasil;
Menimbang, bahwa Pemohon dalam setiap persidangan telah menunjukan sikap dan tekadnya untuk bercerai, hal mana berarti tidak mau mempertahankan perkawinannya, sehingga timbul pertanyaan apabila salah satu pihak tidak mau lagi mempertahankan perkawinannya apakah perkawinannya masih bermanfaat dan masih perlukah perkawinan tersebut dapat dipertahankan;
Menimbang, bahwa pasal 1 Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974 menyatakan perkawinan ialah ikatan lahir dan bathin antara seorang laki-laki dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa;
Menimbang, bahwa dari ketentuan tersebut dapatlah diketahui bahwa salah satu unsur dari perkawinan adalah unsur ikatan bathin yang dalam penjelasan pasal tersebut merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam perkawinan, sehingga apabila unsur tersebut sudah tidak ada lagi maka sebenarnya perkawinan tersebut sudah rapuh dan tidak rukun lagi;
Menimbang, bahwa apabila salah satu pihak sudah tidak mau mempertahankan rumah tangganya lagi dan sudah meminta cerai, apalagi Termohonpun tidak pernah datang ke persidangan, maka disini sudah ada petunjuk bahwa antara suami-istri sudah tidak ada ikatan bathin lagi, sehingga rumah tangganya sudah tidak utuh lagi dan sudah rapuh;
Menimbang, bahwa pasal 39 ayat 2 Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974menyatakan bahwa perceraian dapat terjadi apabila antara suami istri in casu Pemohon dan Termohon itu tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor : 9 Tahun 1975 jo, pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam bahwa antara suami istri in casu Pemohon dan Termohon terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
Menimbang, bahwa dari hal-hal tersebut diatas ternyata telah terbukti rumah tangga antara Pemohon dan Termohon telah timbul perselisihan yang sedemikian rupa sifatnya dan keduanya telah berpisah tempat tinggal sehingga antara keduanya sudah tidak dapat diharapkan dapat hidup rukun kembali dalam rumah tangga yang sakinah,mawaddah dan rahmah;
Menimbang, bahwa oleh karena upaya perdamaian tidak berhasil, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga antara Pemohon dan Termohon tidak bisa dipertahankan lagi dan hati keduanya telah pecah sehingga tujuan perkawinan yang dikehendaki oleh Firman Allah S.W.T dalam surat Ar-Rum ayat 21 dan pasal 1 Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974 jo. pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tidak akan tercapai,bahkan hanya akan menimbulkan penderitaan lahir dan bathin bagi keduanya, untuk mana majelis dapat menunjuk kepada kaedah fiqh yang artinya kemudratan harus dihindarkan sedapat mungkin dan menghindarkan mafsadat harus lebih diprioritaskan daripada mendambakan kemaslahatan;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas,maka permohonan Pemohon dipandang telah cukup beralasan dan telah memenuhi ketentuan pasal 19 huruf “f” Peraturan Pemerintah Nomor : 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116huruf “f” Kompilasi Hukum Islam, oleh karena itu dengan menunjuk kepada ketentuan Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat (2), permohonan Pemohon sudah sepatutnya dikabulkan dengan memberi izin kepada Pemohon untuk mengucapkan talak satu raj’i atas diri Termohon dihadapan sidang Pengadilan Agama Bandung;
Menimbang, bahwa oleh Karena permohonan Pemohon untuk bercerai dengan Termohon telah dikabulkan, maka sesuai dengan ketentuan pasal 84 ayat (1) dan ayat(2) Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor : 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor : 50 Tahun 2009, perlu memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Bandung untuk mengirimkan salinan penetapan ikrar talak kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Rancasari Kota Bandung dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Gedebage Kota Bandung, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu;
Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 3Tahun 2006, dan terakhir dengan Undang-undang Nomor : 50 Tahun 2009, maka Pemohon dibebankan untuk membayar biaya perkara ini;
Mengingat, bunyi pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dalil-dalil yang berkenaan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I
Menyatakan Termohon yang telah dipanggil dengan resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir;
Mengabulkan permohonan Pemohon dengan verstek;
Memberi izin kepada Pemohon () untuk menjatuhkan Talak Satu Raj’i terhadapTermohon () di depan sidang Pengadilan Agama Bandung;
Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Bandung untuk mengirimkansalinan penetapan ikrar talak kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor UrusanAgama Kecamatan Rancasari Kota Bandung dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Gedebage Kota Bandung, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu;
Membebankan biaya perkara kepada Pemohon sebesar Rp.371.000,- (tiga ratustujuh puluh satu ribu rupiah);
Demikian diputuskan dalam musyawarah Majelis Hakim Pengadilan AgamaBandung pada hari ini Kamis tanggal 16 Januari 2014 M bertepatan dengan tanggal 15Rabiul Awal 1435 H yang telah dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh kami BUA EVA HIDAYAH, SH., MH., sebagai Hakim Ketua, Drs. H.ENAS NASRUDIN, SH., MH. dan Dra. Hj. INNE NOOR FAIDAH masing-masing sebagai Hakim Anggota, NENDEN SOBARIYAH, SH., sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Agama tersebut dihadiri Pemohon tanpa hadirnya Termohon.
Hakim Ketua
BUA EVA HIDAYAH, SH., MH.
Hakim Anggota Hakim Anggota
Drs. H. ENAS NASRUDIN, SH., MH. Dra. Hj. INNE NOOR FAIDAH
Panitera Pengganti
NENDEN SOBARIYAH, SH.
Perincian Biaya :
Pendaftaran Rp. 30.000,-
Proses Rp. 50.000,-
Panggilan Rp. 280.000,-
Redaksi Rp. 5.000,-
Materai Rp. 6.000,-
J u m l a h Rp. 371.000,-
Kami Ketua Majelis dengan ini memerintahkan kepada Jurusita/Jurusita Pengganti supaya memberitahukan putusan tersebut kepada Termohon dan memberitahukan haknya atasputusan tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 129 HIR.
Ketua Majelis
BUA EVA HIDAYAH, SH., MH.
Dicatat disini : _____
Putusan tersebut telah diberitahukan kepada Termohon pada tanggal:_______________________
Putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap sejak tanggal:_______________________
Panitera Pengadilan Agama Bandung,
Drs. H. DEDEN NAZMUDIN, SH.
BAB III
KESIMPULAN
Hakim sebagai penegak hukum senantiasa harus memperhatikan dan mengikuti dinamika masyarakat, sebab dalam kenyataannya hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan sering tidak mampu menjangkau kebutuhan yang ada. Oleh karena itu hakim dituntut mampu menguasai sistem hukum dalam penerapannya terhadap persoalanpersoalan yang timbul dalam masyarakat (law in action). Setiap putusan hakim harus berorientasi kepada rasa keadilan masyarakat sehingga masyarakat akan merasa terpelihara dan terlindungi kepentingannya, dan pada gilirannya lembaga peradilan mendapat simpati masyarakat serta diletakkan dalam kedudukan yang sangat terhormat.
Bahwa putusan dalam pengertian umum adalah pernyataan hakim dalam sidang pengadilan yang dapat berupa pemidanaan, putusan bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum. Produk hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan ada 3 macam yaitu putusan, penetapan, dan akta perdamaian. Adapun bentuk-bentuk putusan, dari segi fungsinya dalam mengakhiri perkara putusan hakim
Daftar Pustaka
Rasyid,Chatib dan Drs. Syaifuddin, “Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktik Pada Peradilan Agama”, (Yogyakarta: UII Press, Januari, 2009)
Manan, Abdul “Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama”, (jakarta : yayasan alhikmah, 2001) hlm 197.
Pasal 1 butir ke 11 KUHAP
http://fasya.iain-manado.ac.id/
Comments
Post a Comment