STRUKTUR ARGUMENTASI HUKUM


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Peradaban manusia di millennium pertama ini mengalami perkembangan yang akseleratif, dinamis, dan sophisticated seiring sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di mana membawa implikasi dalam segala bentuknya, di antaranya berupa makin marak serta kompleksnya problematika sosial, hukum, politik, ekonomi, budaya, dan kemasyarakatan. 
Fenomena munculnya berbagai macam problematika dalam peradaban manusia itu merupakan suatu konsekuensi logis yang tak dapat dihindari, sehingga diperlukan suatu pemikiran rasional untuk melakukan langkah- langkah konkret strategis guna menyelesaikan segala macam problematika tersebut (alternative dispute resolutions). Langkah-langkah konkret strategis inilah yang kemudian dikaji secara mendalam dengan berdasarkan argumentasihukum sebagai ikhtiar agar langkah-langkah konkret strategis tersebut tidak melanggar hukum (onrechtmatige daad), namun lebih dari itu memberikan kepastian hukum, menjunjung tinggi rasa keadilan, dan konsisten kepada komitmen perlindungan hak asasi manusia (human rights). Realita memang tidaklah linear atau inheren dengan teori, argumentasi hukum dalam praktiknya memang akan berhadapan vis รก vis dengan perbedaan pendapat (dissenting opinion) yang mengarah kepada munculnya diskursus atau polemik.

Rumusan Masalah 
Apa arti dari argumentasi hukum ?
Bagaimana Argumentasi Dalam Pertimbangan Hukum ?
Apa saja kesesatan dalam berargumentasi?

Tujuan
Untuk mengetahui arti dari argumentasi hukum
Untuk mengetahui argumentasi dalam pertimbangan hukum
Untuk mengetahui kesesatan dalam berargumentasi.


BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Argumentasi Hukum

Secara harfiah, argumentasi hukum berasal dari istilah argumenteren (Belanda), atau argumentation (Inggris), yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam argumentasi hukum atau nalar hukum. Argumentasi hukum bukan merupakan bagian dari logika, namun merupakan bagian dari teori hukum. Hal ini karena ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki kepribadian khas (suigeneris). Argumentasi hukum yang disebut juga dengan legal reasoning merupakan suatu proses berpikir yang terikat dengan jenis hukum, sumber hukum, dan jenjang hukum. 

Astir Wijayanti, berpandangan bahwa argumentasi hukum adalah suatu hasil proses berfikir yang dibutuhkan oleh setiap ahli hukum, calon ahli hukum, atau penegak hukum. Pada kelompok akademisi dan praktisi meliputi hakim, jaksa, polisi, notaris, dan advokat. 

Pemahamana dan penguasaan argumentasi hukum juga tidak bisa dielakkan oleh kalangan praktisi hukum yang meliputi hakim, jaksa, polisi, notaris, dan advokat, yang sering juga disebut penegak hukum. Misalnya, polisi sebagai penyidik. Pemahaman argumentasi sangat dibutuhkan. Apabila sejak dini polisi (yang diantaranya masih terdapat yang belum sarjana hukum) sudah dibekali pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang ilmu hukum dan argumentasi hukum, maka kedepannya dapat diharapkan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat akan lebih efisien dan efektif di dalam proses penegakan hukum, oleh karena akan mengurangi tingkat kesalahan isi dari sebuah BAP.

Argumentasi hukum dalam ilmu hukum memilikiketerkaitan yang sangat erat, sehingga dengan adanya hubungan keterkaitan yang erat itu (casual verband), maka menjadi suatu kewajiban bagi mereka yang menekuni Ilmu Hukum untuk menguasai kemampuan dalam argumentasi hukum dalam setiap praktik hukum, di samping beberapa kemampuan keahlian lain, misalnya: praktik membuat peraturan perundang-undangan (legal-drafting), kemampuan bernegosiasi dalam bingkai praktik nonlitigasi, kemampuan praktik beracara, dan kemampuan-kemampuan keahlian lainnya.

Argumentasi hukum bagi komunitas pakar hukum merupakan suatu keharusan sebagai parameter keseimbangan antara penguasaan teori dengan implementasi dalam praktik hukum, sehingga segala bentuk problematika dalam masyarakat dapat diselesaikan melalui debat konstruktif yang produktif, bukannya debat destruktif yang kontraproduktif.
Keterampilan dalam menulis, merumuskan argumentasi lisan, merumuskan argumentasibanding dan peninjauan kembali, jelas membutuhkan keterampilan rasional. Maka tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa setiap analisis hukum harus dimulai dari kemampuan bernalar, terus berjalan bersama logika, dan akhirnya sampai pada putusan yang benar-benar fair.

Argumentasi Dalam Pertimbangan Hukum 
Esensi argumentasi dalam pertimbangan hukum, merupakan alasan dan dasar bagi hakim dalam menjatuhkan putusannya, baik karena menggunakan pendekatan normatif, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maupun karena sifatnya sosiologis (pendekatan kemanfaatan) dan sifatnya folosofis (pendekatan keadilan).Menurut  Pasal  50  ayat  (1)  UU  No.  48  Tahun  2009  ;  ”Putusan  pengadilan selain  harus  memuat  alasan  dan  dasar  putusan,  juga memuat  pasal  tertentu dari  peraturan  perundang-undangan  yang  bersangkutan  atau  sumber  hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.
Argumentasi  hukum  merupakan  jenis  penalaran  yang  melibatkan proses intelektual insan hukum dalam  menjustifikasi rasionalita, konsistensi logika   dan   konsistensi   doktrinal   untuk   mencapai   kesimpulan   dalam memutuskan  suatu  problem  permasalahan  (perkara).  Argumentasi  hukum yang  rasional (Drie  niveaus  van  rationale  juridische  argumentatie), terdiri dari tiga lapisan antara lain ;

Lapisan  logika
lapisan  ini  merupakan  struktur  intern  dari  suatu argumentasi,  juga  bagian  dari  logika  tradisional.  Isu  yang  muncul berkaitan dengan premis-premis yang digunakan dalam menarik suatu kesimpulan  logis  dan  langkah  dalam  menarik  kesimpulan,  misalnya dengan langkah deduksi dan analogi. Dengan langkah deduksi, pendekatan undang-undang dengan pendekatan preseden berbeda. Dalam civil law system, jelas pertama-tama adalah pendekatan undang-undang (statue approach).
Dengan pendekatan undang-undang, dalam menghadapi suatu fakta hukum, ditelusuri ketentuan hukum yang relevan, ketentuan hukum itu berada dalam pasal yang berisi norma. Norma dalam logika merupakan suatu proposisi (normative). Menjelaskan norma harus diawali dengan pendekatan konseptual karena norma sebagai suatu bentuk proposisi tersusun atas rangkaian konsep. Dengan demikian, kesalahn konsep mengakibatkan alur nalar sesat dan kesimpulan yang menyesatkan.
Contoh: konsep penyalahgunaan wewenang.

Lapisan dialektik
Dengan dialektik, suatu argumentasi tidak monotoon. Lapisan ini membandingkan argumentasi pro dan argumentasi   yang   kontra.   Ada   dua   pihak   yang   berdialog   atau berdebat,  yang  bisa  saja  pada  akhirnya  tidak  menemukan  jawaban karena sama-sama kuatnya. Proses dialektik dalam adu argumentasi menguji kekuatan nalar suatu argumentasi. Kekuatan nalar terletak dalam kekuatan logika. Dengan demikian dialektik berkaitan dengan logika.
Contoh: dalam kasus Tata Usaha Negara, pengumuman suatu surat penolakan program penjaminan oleh BI digugat. (yang digugat pengumuman bukan surat penolakan).

Lapisan   prosedural   (struktur,   acara   penyelesaian   sengketa)
Prosedur  tidak  hanya  mengatur  perdebatan,  tetapi  perdebatan  itupun menentukan  prosedur.  Suatu  aturan  dialog  harus  berdasarkan  pada aturan  main  yang  sudah  ditetapkan  dengan  syarat-syarat  prosedur yang  rasional  dan  syarat  penyelesaian  sengketa  yang  jelas. Dengan demikian  terdapat  saling  keterkaitan  antara  lapisan  dialektik  dan lapisan prosedural.
Hukum acara merupakan aturan main dalam proses argumentasi dalam penegakan perkara pengadilan. Dengan demikian prosedur dialektik di pengadilan diatur oleh hukum acara.
Contoh: beban pembuktian.
Pertanyaan: siapa yang harus membuktikan?
Jawaban: tergantung ketentuan hukum acara.

Ada beberapa sebab kegagalan argumen, antara lain ;
Memuat premis (pernyataan) dari proposisi yang keliru. Jika premis keliru, argumen tersebut akan gagal dalam menetapkan  kesimpulan
Kegagalan  dapat  terjadi  karena  argumen  ternyata memuat  premis-premis yang tidak berhubungan dengan penarikan kesimpulan
Penalaran  yang  disebabkan  karena  kecerobohan  dan  kurangnya perhatian orang terhadap pokok persoalan yang terkait.
Oleh   karena   itu   dalam   menyajikan   argumentasi   hukum   sebagai manifestasi pertanggungjawaban, argumentasi disusun dengan menggunakan penalaran hukum, baik secara induktif, maupun deduktif.  
Tahap  berikutnya  hakim   menggabungkan  penalaran  deduktif   dan induktif  dengan  mendasarkan  berbagai  teori  hukum  yang  relevan.  Dengan mendasarkan pada teori-teori yang relevan dan rasional, argumentasi hukum yang dikemukakan secara metodologis dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesimpulan yang didasarkan pada argumentasi hukum yang tepat ini dinamakan pendapat hakim  yang kemudian  dituangkan dalam  putusan.  Jika pertimbangan    hukum    telah    dibuat    dan    dilakukan    analisis    denganmenggunakan metodologi yang tepat, sehingga putusandapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.

kesesatan dalam berargumentasi

didalam penalaran juga dapat sesat karena tidak ada hubunga logis antara premis dan konklusi. Kesesatan demikian itu adalah kesesatan relevansi mengenai materi penalaran. Model kesesatan yang lain adalah karena Bahasa. Selanjutnya untuk menggambarkan kesesatan dalam penalaran hukum R.G. Soekadijo memaparkan lima model kesesatan hukum, yaitu :
Argumentum ad Ignorantiam
Argumentum ad Verecundiam
Argumentum ad Hominem
Argumentum ad Misericordiam
Argumentum ad Baculum
Ilustrasi atas 5 model kesesatan tersebut juga dikemukakan oleh Irving. M. Copy. Yaitu :
Argumentum ad Ignorentiam
Kesesatan ini terjadi apabila orang mengargumentasikan suatu proposisi sebagai benar kerena tidak terbukti salah, atau salah karena tidak terbukti benar. Maka berlaku lah asas hukum Presumption of innocence (Asas praduga tak bersalah). Contoh kasus adalah dalam prosespengajuan gugatan perdata di Pengadilan Negeri, di mana berdasarkan Pasal1385 Burgerlijk Wetboek, pihak Penggugat harus membuktikan kebenarandalilnya di depan Majelis Hakim.
Argumentum ad Verecundiam 
Menolak atau menerima suatu argumentasi bukan karena nilai penalarannya namun karena orang yang mengemukakan adalah orang yang dipandang berwibawa, berkuasa, ahli, atau yang dapat dipercaya. Padahal seseorang yang berwibawa atau seorang ahli tidak selamanya benar dalam berargumentasi. Argumentasi deikian bertentangan dengan pepatah latin : Tantum Valect autoritas, quantum valet argumentation (Nilai wibawa hanya stinggi nilai argumentasinya)Contoh kasus adalah dibebaskannya Akbar Tanjung dari tuduhanmelakukan tindak pidana korupsi Buloggate (vrijspraak) dalam penggunaandana Yanatera Bulog saat dirinya menjadi menteri, karena menjalankanperintah atasannya (Presiden Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie),sesuai Pasal 51 ayat (1) KUHP yang kemudian menjadi yurisprudensi tetap.
Argumentum ad Hominem
Menolak atau menerima suatu Argumentasi atau usul bukan karena penalaran tetapi karena keadaan orangnnya.Contohkasus adalah bagaimana saat politik Apartheid masih diberlakukan olehpemerintahan minoritas kulit putih di Afrika Selatan, banyak perlakuandiskriminatif terhadap penduduk kulit hitam (negro atau black African).Dalamsetiap perdebatan, seringkali terjadi penolakan argumentasi, karenayang menyampaikan argumentasi itu adalah penduduk kulit hitam.

Argumentum ad Misericordiam
Menolak atau menerima suatu argumentasi bukan karena penalarannya namun didasarkan karena timbulnya rasa belas kasihan, empati, atau rasa Iba. Contoh kasus adalah adanya dalil-dalilyang dikemukakan oleh para terdakwa di depan Majelis Hakim untukmendapatkan keringanan hukuman bukan merupakan kesesatan, kecualijika disampaikan untuk tetap memaksakan dalil pembuktian tidak bersalah.

Argumentasi ad Bacculum
Menolak atau menerima suau argumentasi karena adanya suatu tekanan yang mempengaruhi interpendensi hakim.Contoh kasus adalah ancaman kepada setiap penduduk yangmerokok di fasilitas umum, maka akan dikenakan sanksi pidana kurunganbagi barang siapa yang melanggarnya, berupa papan atau billboard daripemerintah daerah yang melakukan sosialisasi PERDA ANTI ROKOK.









BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perdebatan senantiasa mewarnai perjalanan sejarah peradaban manusia, pemicu utama (causa prima) dan penyebab persoalan (cassus belli) dari perdebatan itu adalah perbedaan pandangan dalam memandang suatu persoalan yang dihadapi dalam komunitas masyarakat. Perbedaan pendapat itu dapat muncul kapanpun, dimanapun,dan oleh siapapun tanpa terikat oleh dimensi ruang dan waktu. Perbedaan pendapat itu dalam realitasnya sangat tergantung kepada para pihak yang terlibat dalam suatu perdebatan, baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan konsekuensi akhir bahwa perbedaan pendapatitu dapat berakhir damai (consensus) atau justru berkepanjangan (deadlock).
Argumentasi Hukum (AH) merupakan suatu ketrampilan yang harus dimiliki oleh semua stakeholder dalam mencari suatu kebenaran dengan tetap memegang teguh komitmen menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
Argumentasi Hukum dalam pendekatan aspek Ilmu Hukum sangat dibutuhkan sebagai alat legitimasi yuridis formal para pakar atau mereka yang menekuni Ilmu Hukum mempertahankan dalil-dalil argumentasinya masing-masing. Ilmu Hukum sangat membutuhkan Argumentasi Hukum dalam konteks penyelesaian persoalan dan mencari kebenaran, sehingga akan diperoleh suatu kepastian hukum. 

SARAN
Kita perlu memasyarakatkan dan mengaplikasikan ketrampilan Argumentasi Hukum dalam mencari alternatif jalan penyelesaian persoalanyang muncul dalam masyarakat, bangsa, dan negara. Mindset semua pemangku kepentingan (stakeholder) sedapat mungkin diarahkan kepada penyelesaianpermasalahan itu secara damai, kekeluargaan, dan memperkokoh semangatnasionalisme kebangsaan, sehingga keutuhan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI) ini tetap dapatdipertahankan,dengan cara kita masing-masing dimulai dari level yang paling kecil, yaitu: keluarga.





DAFTAR PUSTAKA

Hamzah Halim, Cara PraktiS Memahami & Menyusun Legal Audit dan Legal Opinion, (Jakarta:Kencana), 2017

Edy Faishal Muttaqin, “argumentas ihukum ditinjau dari aspek ilmu hokum dan aspek hokum islam”,

UrbanusUraWeruin, “logika, penalaran, dan argumentasi hukum”, jurnal konstitusi, Vol. 14, No.2, Juni 2017

Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, “argumentasi hukum”, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2017),

Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum,Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2001

Abdullah, Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan,Bina Ilmu Offset, Surabaya, 2008

Comments

Popular posts from this blog

Pengertian, Asas dan Sumber Hukum Peradilan Agama

Langkah-Langkah Analisis Hukum (Pemecahan Masalah Hukum)

MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA PENGAJUAN GUGATAN ATAU PERMOHONAN