Upaya Menjamin Hak
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di dalam sebuah lingkup peradilan, terdapat berbagai macam hal yang harus dilakukan dan pasti akan terjadi. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Mulai dari mengajukan sebuah gugatan, pemeriksaan suatu perkara, penyitaan, pembuktian, pemberian suatu putusan sampai upaya banding untuk memertahankan suatu hak atas kebenaran yang diharapkan.
Di dalam pembahasan kali ini akan memberikan penjelasan yang berkaitan dengan sita. Sita merupakan suatu tindakan dimana menempatkan harta kekayaan dari tergugat berada dalam pengawasan agar tidak terjadi pemindah tanganan kepada pihak ketiga guna memerlancar proses pemeriksaan suatu perkara.
Sebagai pihak yang berada dalam lingkup persengketaan, seorang penggugat memiliki suatu hak untuk mengajukan sebuah permohonan untuk diadakan sita terhadap harta kekayaan dari tergugat. Hal tersebut dapat diajukan kepada hakim walaupun suatu perkara belum diperiksa dan diadili oleh pihak pengadilan. Dan sita pun dapat dilakukan sebelum adanya putusan dari hakim yang berkekuatan hukum tetap. Lantas pastinya akan muncul berbagai permasalahan atas sita yang dilakukan sebelum terjadinya putusan dari hakim yang berkekuatan hukum tetap tersebut. Hal tersebut selanjutnya akan dijelaskan dalam pembahasan kali ini.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Sita Jaminan?
Apa yang dimaksud dengan Sita Marital?
Apa yang dimaksud dengan Sita Eksekusi?
Tujuan
Untuk memahami mengenai Sita Jaminan.
Untuk memahami mengenai Sita Marital.
Untuk memahami mengenai Sita Eksekusi.
BAB II
PEMBAHASAN
Upaya Menjamin Hak
Sita Jaminan
Pengertian dan Dasar Hukum Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)
Sita Jaminan atau yang lebih dikenal dengan istilah conservatoir beslag adalah sita yang dapat dilakukan oleh Pengadilan atas permohonan Penggugat utnuk mengamankan barang yang sedang disengketakan agar tidak rusak, dihilangkan atau dipindah tangankan sebelum perkara berakhir.
Sebagai dasar hukum yuridis dari sita jaminan terdapat dalam HIR Pasal 227 ayat (1) Jo RBg Pasal 261 ayat (1) yang berbunyi:
“Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya atau putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tetap maupun yang tidak tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih utang, maka atas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua Pengadilan dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan akan menghadap persidangan Pengadilan Negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya”.
Sita Jaminan tidak hanya diterangkan dalam HIR maupun RBg, Mahkamah Agung sebagai lembaga Peradilan tertinggi Negara juga mengeluarkan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor. 05 Tahun 1975 Perihal Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) namun SEMA tersebut sifatnya hanya sebagai peringatan bagi para Hakim Pengadilan Negeri dalam memutus dan bagi para jurusita dalam melakukan Sita Jaminan.
Sita Jaminan menurut Pasal 95 KHI, dalam Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam dikemukakan bahwa suami atau istri dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya perceraian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan apabila salah satu dari mereka itu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti menjadi pemabuk, penjudi, pemboros dan sebagainya. Selama masa diletakkan sita hanya dapat dilakukkan penjualan atas barang-barang yang disita itu atas izin Pengadilan Agama, itu atas kepentingan yang sangat mendesak untuk kepentingan keluarganya.
Obyek Sita Jaminan
Dalam sengketa hak milik, terbatas atas barang yang disengketakan
Kebolehan meletakan sita jaminan atas harta kekayaan tergugat dalam sengketa hak milik atas benda tidak bergerak:
Hanya terbatas atas obyek barang yang diperkirakan, dan
Tidak boleh melebihi obyek tersebut.
Pelanggaran atas prinsip itu, dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang dan sekaligus merupakan pelanggaran atas tata tertib beracara, sehingga penyitaan tersebut dikategorikan sebagai undue process atau tidak sesuai dengan hukum acara.
Terhadap obyek dalam sengketa utang atau ganti rugi
Dalam perkara utang piutang atau ganti rugi dapat diterapkan alternatif sebagai berikut:
Meliputi seluruh harta kekayaan tergugat
Sepanjang utang atau ganti rugi tidak dijamin dengan agunan tertentu, sita jaminan dapat diletakkan di atas seluruh harta kekayaan tergugat. Penerapan yang demikian bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata Jo. Pasal 227 ayat (1) HIR. Yang menegaskan:
Segala kebendaan debitur baik yang bergerak maupun tidak bergerak, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan (Pasal 1131 KUHPerdata)
Barang tergugat baik yang bergerak maupun tidak bergerak dapat diletakkan sita jaminan untuk pembayaran utangnya atas permintaan penggugat.
Akan tetapi, kebolehan menyita seluruh harta milik tergugat dalam sengketa utang piutang atau ganti rugi harus memperhatikan prinsip yang digariskan Pasal 197 ayat (8) HIR, Pasal 211 RBg:
Dahulukan barang bergerak, jadi yang pertama-tama disita adalah barang bergerak. Apabila barang bergerak yang disita sudah mencukupi untuk melunasi gugatana, penyitaan dihentikan. Apabila barang yang bergerak tidak mencukupi jumlah tuntutan, maka dibolehkan meletakkan sita jaminan terhadao barang tidak bergerak.
Terbatas pada barang agunan
Jika perjanjian utang piutang dijamin dengan agunan barang tertentu, maka:
Sita jaminan dapat langsung diletakkan di atasnya meskipun bentuknya barang tidak bergerak.
Dalam perjanjian kredit yang dijamin dengan barang terentu, pada barang tersebut melekat sifat spesialitas yang memberi hak separatis kepada kreditur, oleh karena itu prinsip mendahulukan penyitaan barang bergerak disingkirkan oleh perjanjian kredit yang dijamin dengan agunan.
Pada dasarnya, penyitaann dalam perjanjian kredit dengan agunan barang tertentu, hanya meliputi barang itu saja, tanpa mempersoalkan apakah nilainya cukup memenuhi jumlah tuntutan. Sekiranya setelah dieksekusi ternyata nilainya tidak cukup membayar jumlah tuntutan, penggugat dapat meminta penyempurnaannya dengan jalan menyita eksekusi (executoir beslag) harta tergugat yang lain sesuai dengan asas yang digariskan Pasal 1131 KUHPerdata.
Tujuan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)
Agar gugatan tidak illusoir
Tujuan penyitaan, agar barang harta kekayaan tergugat tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli atau penghibahan, serta supaya tidak dibebani dengan sewa menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga.
Menjaga keutuhan dan keberadaan harta kekayaan tergugat tetap utuh seperti semula, selama proses penyelesaian perkara berlangsung, agar pada saat putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, barang yang disengketakan dapat diserahkan dengan sempurna kepada penggugat. Atau apabila perkara yang disengketakan mengenai tuntutan pembayaran sejumlah uang, harta yang disita tetap utuh sampai putusan berkekuatan hukum tetap sehingga apabila tergugat tidak melaksanakan pemenuhan pembayaran secara sukarela, pemenuhan dapat diambil dari barang harta kekayaan tergugat dengan cara menjual lelang barang yang disita tersebut. Dapat dilihat, tujuan utama agar gugatan tidak illusoir atau tidak hampa pada saat putusan dilaksanakan.
Obyek eksekusi sudah pasti
Pada saat permohonan sita diajukan penggugat harus menjelaskan dan menunjukan identitas barang yang hendak disita. Menjelaskan letak, jenis, ukuran, dan batas-batasnya. Atas permohonan itu, pengadilan melalui juru sita memeriksa dan meneliti kebenaran identitas barang pada saat penyitaan dilakukan. Lebih lanjut, hal ini langsung memberi kepastian atas obyek eksekusi, apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap. Kemenangan penggugat, secara langsung dijamin dengan pasti oleh barang sitaan.
Kepastian obyek eksekusi atas barang sitaan semakin sempurna sesuai dengan penegasan Mahkamah Agung, kalau putusan telah berkekuatan hukum tetap maka barang yang disita, demi hukum langsung menjadi sita eksekusi.
Barang yang disita dapat langsung diserahkan kepada penggugat, jika perkara yang terjadi sengketa hak milik, atau barang yang disita dapat langsung dieksekusi melalui penjualan lelang, apabila perkara yang terjadi sengketa utang-piutang atau tuntutan ganti rugi.
Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) bukan bertujuan mengabadikan sita atau mengabadikan hak milik, tapi bertujuan untuk menjamin kelak gugatan yang diajukan para pihak mempunyai nilal. Nilainya, bisa berupa pengukuhan hak milik atas barang yang disita dan pada saat pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, barang itu tetap ada.
Prosedur Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)
Mengingat fungsi dari sita jaminan adalah untuk menjamin hak, maka permohonan sita jaminan selalu berkaitan dengan pokok perkara, sehingga tidak mungkin dalam suatu permohonan sita jaminan merupakan tuntutan hak yang berdiri sendiri. Dalam hal ini beberapa kemungkinan;
Permohonan diajukan bersamaan dengan pokok perkara
Penggugat mengajukan permohonan sita kepada Pengadilan bersama-sama dengan surat gugatan beserta alasan yang cukup kenapa harus dimohonkan penyitaan, maka Ketua Majelis Hakim mempelajari permohonan tersebut apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau tidak, dan apakah ada hubungan hukum dengan perkara yang sedang diajukan oleh penggugat kepada Pengadilan. Apabila ketentuan tersebut sudah terpenuhi, maka Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut dapat menempuh salah satu alternatif, yaitu:
Majelis Hakim secara langsung mengeluarkan penetapan yang berisi mengabulkan permohonan sita tersebut tanpa dilaksanakan insidental terlebih dahulu. Perintah ini disertai dengan penetapan hari sidang dan memerintahkan para pihak yang berperkara untuk menghadap sidang sebagaimana yang telah ditentukan.
Majelis Hakim secara langsung mengeluarkan penetapan yang berisi penolakan permohonan sita tersebut apabila tidak ditemukan alasan-alasan dalam permohonan sita tersebut. Kemudian memerintahkan panitera atau jurusita untuk memanggil para pihak untuk menghadiri sidang sebagaimana yang telah ditentukan. Dan juga tanpa dilaksanakan sidang insidentil.
Majelis Hakim secara langsung mengeluarkan penetapan yang berisi menangguhkan pelaksanaan sita dan sekaligus menetapkan hari sidang dan memerintahkan para pihak yang berperkara untuk menghadiri sidang. Terhadap ketentuan ini diperlukan sidang insidentil terlebih dahulu dan harus dibuat putusan sela.
Permohonan diajukan terpisah dengan pokok perkara
Terdapat dua kemungkinan, yaitu:
Diajukan tertulis yang terpisah dari surat gugatan, biasanya dalam pemeriksaan persidangan Pengadilan atau selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Diajukan secara lisan dalam persidangan Pengadilan. Apabila permohonan sita diajukan dalam bentuk tertulis pada saat berlangsungnya pemeriksaan perkara, maka Majelis Hakim menunda Persidangan dan memerintah Penggugat untuk mendaftarkan permohonan sita di kepaniteraan. Apabila permohonan sita diajukan dalam bentuk lisan, Majelis Hakim membuat catatan permohonan sita tersebut dan memerintahkan panitera untuk mencatatnya dalam Berita Acara Persidangan, setelah itu sidang ditunda dan memerintahkan Penggugat mendaftarkan permohonan sita tersebut di kepaniteraan. Terhadap hal ini diadakan sidang insidental untuk menetapkan sita serta dibuat putusan sela.
Sita Marital (Maritale Beslag)
Pengertian Sita Marital
Sita Marital adalah sita yang diletakkan atas harta gono gini yang berada pada suami ataupun istri dalam perkara permohonan cerai, gugat cerai, ataupun gugatan harta bersama.Sebenarnya sita marital adalah sama dengan sita jaminan. Dia merupakan pengkhususan yang hanya dapat berfungsi terhadap jenis sengketa perceraian. Hak mengajukan maritale beslag timbul apabila terjadi perceraian antara suami istri, selama perkara perceraian masih diperiksa di Pengadilan Agama maka para pihak diperkenankan mengajukan atas harta perkawinan. Adapun tujuan dari maritale beslag (sita marital) adalah untuk menjamin agar harta perkawinan tetap utuh dan terpelihara sampai perkara mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Dengan adanya penyitaan terhadap harta bersama, baik penggugat atau tergugat (suami-istri), dilarang memindahkannya kepada pihak lain dalam segala bentuk transaksi. Dengan demikian, pembekuan harta bersama di bawah penyitaan berfungsi untuk mengamankan atau melindungi keberadaan dan keutuhan harta bersama atas tindakan yang tidak bertanggung jawab dari tergugat. Dan apabila ada permintaan sita marital, proses yang harus ditempuh meliputi tahap penyegelan, pencatatan, penilaian, dan penyitaan.
Lingkup Penerapan Sita Harta Bersama
Pada Perkara Perceraian
penerapan sita marital yang paling utama, pada perkara perceraian. Apabila terjadi perkara perceraian antara suami-istri, hukum memberi perlindungan kepada suami atau istri atas keselamatan keutuhan harta bersama.
Masing-masing Pihak dapat Mengajukan Sita Harta Bersama;
Masing-masing suami dan istri dapat bertindak atas harta bersama atas persetujuan kedua belah pihak. Permintaan sita ini tidak hanya diberikan kepada penggugat, tetapi juga kepada tergugat. Dengan demikian, dasar permintaan sita, bukan berdasarkan factor kedudukan sebagai penggugat, tetapi pada factor siapa yang menguasai harta bersama.
Cara yang ditemput tergugat, mengajukan gugatan rekonvensi;
Sistem yang memberi hak kepada tergugat untuk mengajukan permintaan sita marital dalam perkara perceraian, melalui jalur gugatan rekonvensi. Jalan yang tepat ditempuh tergugat untuk itu, ialah dengan mengajukan gugatan rekonvensi yang berisi tuntutan:
Pembagian harta bersama
Tuntutan itu dibarengi dengan permintaan sita harta bersama atas seluruh harta tersebut.
Pada Perkara Pembagian Harta Bersama
Secara hukum, perkara yang mungkin timbul di antara suami-istri yang erat kaitannya dengan harta bersama , bukan hanya pada perkara perceraian tetapi juga pada perkara pembagian harta bersama. Misalnya, suami mengajukan gugatan perceraian, tanpa dibarengi tuntutan pembagian harta bersama. Terhadap gugatan itu istri (tergugat) tidak mengajukan gugatan rekonvensi menuntut pembagian harta bersama, selanjutnya gugatan perceraian dikabulkan. Dalam keadaan seperti itu, apabila mantan suami atau istri membagi harta bersama. Untuk menjamin keutuhan dan keselamatan harta bersama selama proses perkara berlangsung, hanya dengan cara meletakkan sita marital diatasnya.
Pada Perbuatan yang Membahayakan Harta Bersama
Memperhatikan Pasal 186 KUH Perdata dan Pasal 95 KHI, dimungkinkan meminta sita harta bersama diluar sengketa perkara perceraian maupun pembagian harta bersama. Namun permintaan itu harus dilaksanakan berdasarkan alasan bahwa harta bersama berada dalam keadaan bahaya karena:
Adanya tindakan atau perbuatan suami atau istri yang nyata-nyata memboroskan harta bersama yang dapat menimbulkan akibat bahaya keruntuhan keluarga dan rumah tangga;
Tidak adanya ketertiban dalam mengelola dan mengurus harta bersama yang dilakukan suami atau istri yang dapat membahayakan eksistensi dan keutuhan harta bersama sebagaimana mestinya.
Sita Marital tidak meliputi harta pribadi
Sesuai konsep dan prinsip harta perkawinan yang diatur dalam Bab 7 sebagaimana digariskan dalam Pasal 35 dan Pasal 36 UU No. 1 Tahun 1974, Undang-Undang memperkenalkan dua bentuk harta dalam ikatan perkawinan.
Harta Bersama, Menurut pasal 35 ayat (1) adalah;
Harta yang diperoleh suami-istri selama perkawinan berlangsung,
Berdasarkan pasal 36 ayat (1), terhadap harta bersama suami-istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
Harta pribadi, Menurut Pasal 35 ayat (2) UU dimaksud, harta pribadi masing-masing suami-istri terdiri dari:
Harta yang diperoleh suami-istri sebagai hadiah atau warisan selama perkawinan berlangsung serta harta yang telah ada sebelum perkawinan.
Berdasarkan Pasal 36 ayat (2), terhadap harta pribadi masing-masing suami-istri mempunyai hak penuh untuk melakukan perbuatan hukum atasnya.
Berakhirnya Sita Marital
Tuntutan perceraian atau pembagian harta bersama ditolak pengadilan (Pasal 823e Rv).
Berdasarkan penetapan pengangkatan sita yang dikeluarkan pengadilan atas pemohonan salah satu pihak (Pasal 823 c dan Pasal 823 h Rv.
Gugatan Perceraian dan pembagian harta bersama dikabulkan, kemudian berdasarkan keputusan itu, telah dilaksanakan pembagian harta bersama.
Sita Eksekusi (Executorial Beslag)
Pengertian Sita Eksekusi
Fiat eksekusi Pengadilan Negeri terhadap putusan Peradilan Agama yang dahulunya ditunjuk dalam UU Darurat Nomor 1 tahun 1951 dan UU ini telah dicabut oleh UU Nomor 8 tahun 1981, LN 1981-76 tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan perundang-undangan lainnya tentang fiat eksekusi (tertera pada c, a, b, d, dimuka) telah dicabut oleh UU Nomor 7 Tahun 1989, pasal 107 ayat 1. Selain itu, menurut pasal 95, 98, dan 103 UU Nomer 7 Tahun 1989, Peradilan Agama sudah dapat melaksanankan secara paksa (eksekusi) atas putusan dan penetapan sendiri, termasuk dapat melaksanakan segala bentuk sita (beslag) yang diperlukan.
Untuk itu, acuannya ialah aturan eksekusi yang dipergunakan di Lingkungan Peradilan Umum.
Diktum putusan yang dapat dieksekusi hanyalah yang bersifat condemnatoir, artinya berwujud menghukum pihak untuk membayar sesuatu, menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu dan sejenisnya.
Diktum yang bersifat condemnatoir tadi harus jelas dan rinci, misalnnya wujudnya, bentuknya, batas-batasnya, dan lain sebagainya, seperti: Menghukum A (suami) untuk membayar dan menyerahkan kepada B (istreri) maskawin sebuah rumah beton, atap genteng, dinding beton, lantai teraso, berukuran 7 x 12 meter, berikut tanah bangunannya yang berukuran 15 x 20 meter, dengan batas-batasnya: sebelah utara berbatasan dengan ..... sebelah selatan berbatasan dengan ..... Sebelah timur berbatasan dengan ..... Rumah berikut tanah tersebut terletak di kelurahan/desa mana, kecamatan mana dan sebagainya. Jelas dan rincinya benda di dalam diktum tentulah tergantung kepada telitinya pemeriksaan di muka sidang.
Benda atau barang yang dibayarkan atau diserahkan itu harus bebas dari sangkutan dengan pihak ketiga. Dalam contoh diatas, kalau rumah itu umpamanya dikuasai oleh C dan tannahnya sudah disertifikatkan atas nama C maka dalam gugatan B harus melibatkan C sebagai tergugat 2, Kantor Agraria sebagai tergugat 3 dan A sebagai tergugat 1. Jika tidak demikian, rumah berikut tanahnya dimaksudkan tidak mungkin dapat di eksekusi untuk diserahkan kepada B, karena masih tersangkut dengan pihak lain.
Terjaminnya pembayaran/penyerahan benda yang disebutkan di dalam diktum, juga tidak luput dari ada atau tidaknya benda itu. Karenanya untuk terjaminnya pelaksanaan (eksekusi) sudah biasa penggugat mengajukan permohonan sita, umumnya sita jaminan (conservatoir-beslag) bersamaan dengan gugatannya atau disusulkan.
Biaya eksekusi bukanlah murah, juga bukan tidak berbahaya. Kita membaca koran, pernah eksekusi dengan terpaksa meminta 3 pelton Polisi dan ABRI atau kadang-kadang memakan korban jiwa, panitera dan juru sita tertembak di lapangan dan sebagainya. Ini memerlukan kehati-hatian dan kewaspadaan.
Sita eksekusi adalah sita yang berhubungan dengan masalah pelaksanaan suatu putusan karena pihak tergugat tidak mau melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut secara sukarela meskipun Pengadilan telah memperingatkan agar putusan tersebut dilaksanakan secara sukarela sebagaimana mestinya. Sita eksekusi ini biasa dilakukan terhadap putusan yang mengharuskan penggugat membayar sejumlah uang, sedangkan tentang tata cara dan syarat-syarat sita eksekusi ini diatur dalam pasal 197 HIR atau pasal208 R.Bg.
Sekiranya sudah diletakkan sita jaminan, tidak diperlukan lagi Sita Eksekusi karena sita jaminan menurut asasnya otomatis beralih menjadi sita eksekusi pada saat perkara yang bersangkutan mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Ada dua macam sita eksekusi :
Sita Eksekusi Langsung; yakni sita eksekusi yang langsung diletakkan atas barang bergerak dan barang tidak bergerak milik debitur atau pihak yang kalah.
Sita Eksekusi yang Tidak Langsung; adalah sita eksekusi yang berasal dari sita jaminan yang telah dinyatakan sah dan berharga dan dalam rangka eksekusi otomatis berubah menjadi sita eksekusi.
Ciri-ciri Sita Eksekusi
Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut: (1) sita eksekusi dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan sebelumnya tidak dilaksanakan sita terhadap barang yang disengketakan, (2) tujuan sita eksekusi adalah untuk memenuhi pelaksanaan putusan peradilan Agama dan berakhir dengan tindakan pelelangan, (3) hanya terjadi dalam hal-hal yang berkenaan dengan pembayaran sejumlah uang dan ganti rugi, (4) Kewenangan memerintah sita eksekusi sepenuhnya berada ditangan ketua pengadilan Agama bukan atas perintah ketua majelis hakim, (5) dapat dilaksanakan secara berulang-ulang sampai pembayaran atau pelunasan sejumlah uang dan ganti rugi terpenuhi.
Sita eksekusi bertujuan untuk merampas lansung harta kekayaan tergugat untuk segera dijual lelang guna memenuhi pelaksanaan putusan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam amar putusan. Saat berfungsinya sita eksekusi terhitung mulai putusan Peradilan Agama tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap, jadi tidak dipergunakan selama proses pemeriksaan dalam persidangan berlangsung efektifitas fungsi sita eksekusi sebagai upaya paksa pelaksanaan putusan peradilan agama, terjadi jika pihak tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela meskipun telah diberikan teguran sebagaimana mestinya.
Pelaksanaan Lelang Eksekusi
Pengertian lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronis dengan cara penawaran harga secara lisan dan/atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat. Dalam praktek Pengadilan agama penjualan lelang seringkali dilakukan dalam melaksanakan putusan tentang pembagian harta bersama atau harta warisan, bila pembagian harta/barang tidak dapat dilakukan secara "in natura".
Sesuai ps.200 (1) HIR/ps.215 (1) RBg penjualan lelang barang tersita hanya dapat dilakukan oleh Kantor Lelang Negara, menurut ps.1 angka 4 Kep. Menkeu No.:45/KMK 01/2002 kantor lelang adalah Kantor Pelayan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Dalam pelaksanaan lelang eksekusi Ketua PA selaku penjual mengajukan permohonan kepada KP2LN. Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai persiapan lelang eksekusi :
Salinan/copy putusan PA
Salinan/copy penetapan Aanmaning
Salinan/copy penetapan sita
Salinan/copy berita acara pelaksanaan sita
Salinan/copy perincian hutang yang harus dipenuhi oleh termohon eksekusi
Salinan/copy pemberitahuan lelang kepada termohon eksekusi.
Copy bukti kepemilikan tidak dikuasai, harus ada pernyataan tertulis dari penjual bahwa barang-barang tersebut tidak disertai dengan bukti kepemilikan dengan alasan.
Contoh Biaya Panjar Sita Eksekusi
PENGADILAN AGAMA KEDIRI
Jl. Sunan Ampel No. 1 Kediri, Telp./Fax. 0354-683819
NO.
URAIAN
RADIUS I
RADIUS II
1. Biaya Pendaftaran (HHK E6)
Rp 25.000
Rp 25.000
2. Biaya Materai penetapan
Rp 12.000
Rp 12.000
3. Biaya pemberitahuan pelaksanaan Sita Eksekusi (P dan T)
Rp 180.000
Rp 200.000
4. Biaya pemberitahuan pelaksanaan Sita Eksekusi ke kelurahan
Rp 90.000
Rp 100.000
5. Ongkos Jurusita
Rp 250.000
Rp 250.000
6. Biaya 2 (dua) orang saksi @ Rp. 150,000,-
Rp 300.000
Rp 300.000
7. Biaya pemberitahuan Berita Acara Sita Eksekusi (P dan T)
Rp 180.000
Rp 200.000
8. Biaya pemberitahuan Berita Acara Sita Eksekusi ke Kelurahan
Rp 90.000
Rp 100.000
9. Ongkos perangkat kelurahan
Rp 300.000
Rp 300.000
10. Ongkos Sopir
Rp 100.000
Rp 100.000
11. Biaya pendaftaran pencatatan ke BPN
Rp 400.000
Rp 400.000
12. Biaya Sewa mobil 1 hari
Rp 150.000
Rp 150.000
13. Biaya petugas pembantu pelaksanaan Eksekusi 10 orang @ Rp. 150,000,-
Rp 1.500.000
Rp 1.500.000
JUMLAH
Rp 3.577.000
Rp 3.637.000
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Upaya menjamin hak adalah suatu upaya untuk kepentingan Penggugat agar terjamin haknya sekiranya gugatannya dikabulkan, undang-undang menyediakan sarana untuk menjamin hak tersebut dengan penyitaan (arrest, beslag). Sita adalah suatu tindakan hukum oleh Hakim yang bersifat eksepsional, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa, untuk mengamankan barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari kemungkinan dipindah tangankan, dibebani suatu jaminan, dirusak atau dimusnahkan oleh pihak yang menguasai barang-barang tersebut, untuk menjamin agar putusan Hakim nantinya dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Saran
Demikianlah makalah tentang “Upaya Menjamin Hak” yang dapat kelompok kami sampaikan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kesalahan. Untuk itu kami mohon maaf dan kritikannya yang membangun untuk perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Kojungan, Verawaty. 2015. “Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Sita Jaminan Atas Harta Perkawinan Dalam Perkara Perceraian”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 4, Vol 3.
Manan, Abdul. 2008. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Misbahul Munir, Muhammad. 2009. “Tujuan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) di Pengadilan Agama Sleman”,Skripsi S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Rasyid, Roihan A. 2015. Hukum Acara Peradilan Agama. Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
Yahya Harahap, Yahya. 2015. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
Zulkarnaen dan Mayaningsih, Dewi. 2017. Hukum Acara Peradilan Agama. Bandung: CV Pustaka Setia.
http://www.ptamakassarkota.go.id
https://www.pta-jayapura.go.id
http://www.pa-kediri.go.id
Comments
Post a Comment